Friday, 31 July 2015
5. Wara (hati-hati, apik)
A. Definisi Wara
Prinsip dasar wara’ adalah sifat yang berisi kehati-hatian dan tidak adanya keberanian untuk mendekati sesuatu yang bersifat haram, termasuk juga hal-hal yang sifatnya ragu-ragu atau subhat.
Dan dalam hal ini, Nabi Saw bersabda:
“Sesungguhnya yang halal dan yang haram itu jelas. Dan di antara keduanya banyak hal-hal syubhat yang kebanyakan orang tidak mengetahuinya. Barangsiapa yang menjaga diri dari hal-hal yang syubhat maka ia telah membersihkan agama dan kehormatannya.
Orang-orang yang memiliki kedudukan yang tinggi selalu bersikap preventif dengan berhati-hati dari sebagian yang halal yang bisa membawa kepada sesuatu yang makruh atau haram.
Diriwayatkan dari Rasulullah, beliau bersabda: “Seorang hamba tidak bisa mencapai derajat taqwa sehingga ia meninggalkan yang tidak dilarang karena khawatir dari sesuatu yang dilarang.”
Di antara renungan Ibnu al-Qayyim ra dalam hadits-hadits Rasulullah, dia menyatakan bahwa sesungguhnya: ‘Rasulullah mengumpulkan semua sifat wara’ dalam satu kata, maka beliau bersabda:
“Termasuk tanda baik keislaman seseorang, ia meninggalkan hal-hal yang tidak penting baginya.”
Sifat wara’ menjadikan diri selalu terjaga
Dan di antara hasil yang nampak bagi sikap wara’ bahwa ia memelihara pelakunya dari terjerumus (dalam hal yang dilarang), karena itulah engkau menemukan: Barangsiapa yang melakukan yang dilarang, ia menjadi gelap hati karena tidak ada cahaya wara’, maka ia terjerumus dalam hal yang haram, kendati ia tidak memilih . terjerumus padanya.
Maka dengan demikian wara’ merupakan :
kedudukan ibadah yang tertinggi:”Jadilah orang yang wara’ niscaya engkau menjadi manusia paling beribadah.” Dan
agama yang paling utama adalah sikap wara':”Sebaik-baik agamamu adalah sikap wara’“
B. Wara' harus dengan Ilmu
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
“Dari kesempurnaan wara’ adalah hendaknya seseorang mengetahui yang terbaik dari dua kebaikan dan yang terburuk dari dua keburukan, mengetahui bahwa landasan syariat adalah mewujudkan kemaslahatan dan menyempurnakan nya, serta mengeliminasi kerusakan dan meminimalkan nya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata :
“Perkara-perkara yang wajib dan sunnah tidak boleh diterapkan sikap zuhud dan wara’ terhadapnya. Adapun terhadap perkara yang haram dan makruh layak disikapi- dengan zuhud dan wara’ terhadapnya.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata :
“Wara’ dari yang tidak mengandung mudharat, atau mudharatnya sangat kecil, sementara manfaatnya sangat besar atau dapat menghindarkan mudharat yang lebih besar, maka tindakan wara; seperti ini adalah kebodohan dan kezaliman. Karena ada tiga hal yang kita tidak boleh bersikap wara’ terhadapnya.
1. Manfaatnya yang sebanding.
2. Manfaatnya lebih kuat dan
3. Seluruhnya adalah manfaat.
Seperti perkara yang benar- benar mubah atau perkara yang sunnah atau yang wajib. Maka wara’ dari (3 perkara ini) adalah kesesatan (dan kebodohan).”
Sebagian Ulama membagi wara’ kepada tiga tingkatan :
1. Wajib, yaitu meninggalkan yang haram. Dan ini umum untuk seluruh manusia.
2. Menahan diri dari yang syubhat, ini dilakukan oleh sebagian kecil manusia.
3. Meninggalkan kebanyakan perkara yang mubah, dengan mengambil yang benar-benar penting saja, ini dilakukan oleh para Nabi, orang-orang yang benar (shiddiqin), para syuhada’ dan orang-orang shalih.
Wara’ dari perkara yang mubah maksud nya wara’ dari perkara mubah yang dapat mengantarkan nya kepada yang haram. Bukan didalam hal yang jelas-jelas kemubahan nya. Bahkan perkara mubah bisa menjadi ibadah apabila diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Misalnya, seseorang makan dengan niat untuk mendapatkan tenaga agar bisa beribadah kepada Allah, atau tidur agar bisa melaksanakan shalat malam, menikah dengan niat memberikan nafkah kepada isteri dan mengikuti sunnah Rasulullah dan semisalnya.
Jadi Orang yang wara’ adalah orang yang mendapati perkara samar (yang kurang jelas), segera meninggalkannya, sekalipun dari sisi hukum keharamannya masih diperselisihkan. Sedangkan jika samar dalam wajibnya suatu perkara, segera dia mengerjakannya karena khawatir berdosa jika meninggalkannya. (Syaikh Muhammad bin Soleh al-Utsaimin -semoga Allah merahmatinya- )
C. Beberapa contoh kisah wara yang dilakukan oleh Rasulullah, sahabat dan ulama terdahulu:
1. Wara'nya Rasulullah Shallallahu'alaihi wa salam
Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersikap wara’ terhadap buah kurma yang didapatkan dirumahnya. Hasan bin Ali mengambil kurma zakat dan memasukkan kedalam mulutnya, maka Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda : “Kuhk, Kuhk..” yakni agar memuntahkan nya, kemudian beliau bersabda : “Tidakkah kamum menyadari bahwa kita tidak makan dari harta zakat.” [Shahih Bukhari dan Muslim]
2. Wara’nya Abu Bakar Radhiyallahu’anahu
Beliau memiliki seorang budak yang membayar u
peti kepadanya. Abu Bakar makan dari upeti tersebut. Suatu hari budak itu membawa makanan, maka Abu Bakr menahan nya. Setelah itu budak tersebut berkata : “Tahukah apa yang telah kamu makan?” Abu Bakar bertanya : “Apa itu?” Dia berkata : “Dulu aku pernah menjadi dukun untuk seseorang dimasa jahiliyah. Sesungguhnya aku tidak pandai berdukun, tetapi aku mau menipunya. Dia menemuiku dan memberikan sesuatu kepadaku dan itulah yang engkau makan.” Maka Abu Bakar memasukkan tangan nya kedalam mulutnya dan memuntahkan seluruh yang ada dalam perutnya.” [Shahih bukhari]
3. Wara'nya Muwarriq al-Ijliy
Dari Quraisy bin Hayyan al-Ijliy dari Maimunah binti Maz’ur, katanya: “Al-Muwarriq al-Ijliy mendatangi putranya yang bernama Soghdi. Anak itu memberinya sebutir telur yang direbus di wadah yang terbuat dari perak. Al-Muwarriq bertanya:
“Dari mana kamu dapatkan wadah perak ini, wahai Soghdi?”
“Itu adalah barang yang digadaikan kepadaku” Jawabnya.
“Ambil kembali telurmu!” Dia menolak untuk memakannya dan tidak suka mengambil manfaat dari barang gadaian.
D. Buah dan Manfaat Wara’:
Beberapa buah dan manfaat dari Wara':
1. Terhindar dari adzab Allah, pikiran menjadi tenang dan hati menjadi tentram.
2. Menahan diri dari hal yang dilarang.
3. Tidak menggunakan waktu untuk hal-hal yang tidak bermanfaat.
4. Mendatangkan cinta Allah karena Allah mencintai orang-orang yang wara’.
5. Membuat doa dikabulkan, karena manusia jika mensucikan makanan, minuman dan bersikap wara’, lalu mengangkat kedua tangan nya untuk berdoa, maka doa nya akan segera dikabulkan.
6. Mendapatkan keridhaan Allah dan bertambahnya kebaikan.
7. Terdapat perbedaan tingkatan manusia didalam surga sesuai dengan perbedaan tingkatan wara’ mereka.
Kata penutup
Salah satu karakter building yang harus dimiliki oleh seorang mukmin adalah wara' yaitu sikap kehati-hatian dengan meninggalkan hal yang bisa membawa pada sesuatu yang makhruh atau haram. Semoga kita bisa mengamalkannya dalam kehidupan sehari2, aamiin..3x
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment