Sunday 14 September 2008

“Belahan Jiwa ”

Belahan jiwa bukanlah pasangan hidup yang mempunyai kesamaan dalam segala hal. Namun belahan jiwa adalah sesuatu yang satu dengan yang lainnya saling melengkapi. Sehingga kekurangan di satu pihak akan terisi oleh kelebihan di pihak yang lain begitu pula sebaliknya.

Belahan jiwa dapat diandaikan bagai hati di belah dua. Sesuatu yang kelihatan sama tapi tidak sama karena yang satu ada disebelah kiri dan lainnya ada disebelah kanan. Bila keduanya disatukan jadilah hati yang sempurna.

Jadi belahan jiwa bukanlah seperti belahan hati yang sama sama sebelah kiri dan bukan pula yang sama-sama sebelah kanan. Karena bila keduanya disatukan akan tetap menjadi jiwa yang hanya punya sebelah tidak menjadi sesuatu yang utuh.

Bila seseorang sudah merasa sebagai belahan jiwa bagi pasangan hidupnya, maka dia akan merasakan apa yang bagian lain rasakan walaupun mereka berada pada jarak yang berjauhan. Mereka akan berkomunikasi dengan getaran jiwa masing-masing tanpa dapat dimengerti kejadian prosesnya.

Pasangan jiwa yang utuh bagaikan pasangan suami istri yang menyatu. Kebahagiaan yang dirasakan suaminya pada saat istrinya merasakan bahagia begitu pula sebaliknya. Karena bila yang satu membuat pasangannya menderita pada dasarnya dia telah membuat dirinya sendiri menderita. Sebagaimana tangan kita apabila yang sebelah kiri terluka maka tangan yang kanan akan merasakan penderitaan pula.

Oleh karena itu, perhiasan yang paling istimewa di dunia ini bagi seorang suami adalah mempunyai seorang istri yang menyenangkan batinnya, begitu pula sebaliknya. Jadi pasangan hidup yang diharapkan adalah pasangan yang dapat membuat kenyaman hatinya saat di rumah dan juga saat di luar rumah. Secara fitrahnya bila seseorang telah berkeluarga maka imannya akan sempurna, kebahagiaannya akan berlipat dan kedamaiannya akan meresap.

Kita semua tahu bahwa manusia diciptakan di dunia ini hanyalah untuk beribadah kepada Sang Maha Pencipta. Ibadah manusia kepada-Nya dapat dalam berbagai bentuk, salah satu diantaranya adalah saling menyempurnakan pasangan hidupnya. Bila itu tidak dilakukan maka pada dasarnya seseorang telah menyalahi aturan kehidupan yang sebenarnya.

Bila terjadi sesuatu yang tidak mengenakkan serta membuat keduanya bertengkar secara terus menerus, berarti disini ada sesuatu yang salah. Karena pertengkaran itu bukanlah sebagai tujuan hidup suatu pernikahan. Yang terbaik bagi keduanya adalah sama-sama berintropeksi apa yang seharusnya mereka lakukan untuk kesempurnaan bersama. Bukan menuntut kesempurnaan dari pasangannya, karena hal itu tidak mungkin tercapai tanpa penyatuan keduanya secara utuh.

Pertengkaran umumnya disebabkan oleh tuntutan dari masing-masing yang mengharuskan pasangannya seperti dirinya. Padahal belahan jiwa adalah sesuatu yang sama namun tidak sama. Bila semuanya sama maka tak perlu lagi adanya penyatuan jiwa. Pasangan hidup yang sejati akan berusaha saling melengkapi untuk mencapai kesempurnaan hidupnya.

Pada saat kita menuntut hak pada pasangan kita maka pada saat yang bersamaan kitapun dituntut untuk melakukan kewajiban. Namun bila cinta dan kasih sayang sudah meresap pada keduanya, maka hak dan kewajiban bagaikan sebuah kehidupan yang menghiasi keindahan dalam berkeluarga.

Jadi yang namanya belahan jiwa bukanlah segala sesuatu yang serba sama tapi sesuatu yang berbeda yang saling melengkapi antara yang satu dengan yang lainnya sehingga tercapai kesempurnaan hidup. Bagaimanapun juga belahan jiwa akan selalu saling mengisi dan terus memberikan yang terbaik buat pasangannya masing-masing. (Gantira)