Friday 25 December 2015

"Menanti Waktu yang Tepat untuk Sebuah Kebahagiaan"

Suatu yang menyenangkan itu tidak akan berakhir indah jika tidak pada waktunya.

Bercumbu dan bergandengan tangan erat dengan lawan jenis yang kita sukai tidaklah berujung  indah bila ikatan resmi belum disahkan. Karena yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu selain berdosa juga akan terjadi saling mendholimi di antara mereka.

Memegang jabatan tinggi tidaklah seindah yang dibayangkan jika kita belum siap dan belum waktunya menjabat. Karena yang terjadi adalah masalah semakin kacau dan kita memperoleh celaan dari banyak orang.

Memiliki rumah dan kendaraan yang bagus serta mahal tidaklah seindah yang dibayangkan jika kita belum siap memilikinya. Karena yang terjadi bisa saja membuat kita semakin stess dikarenakan biaya pemeliharaan dan pajak yang tak sanggup kita bayar. Sehingga yang terjadi adalah hutang kita semakin menumpuk dan keresahan semakin meningkat karena takut mengundang para perampok.

Serta banyak lagi hal lainnya yang nampak menyenangkan, namun bila datang belum pada waktunya maka yang didapat adalah tidaklah seindah yang kita bayangkan.

Jadi, teruslah berdoa dan berusaha untuk menggapai apa2 yang kita inginkan. Lalu bersabarlah menunggu semuanya datang pada waktunya sehingga yang akan terjadi adalah lebih indah dari yang kita bayangkan.

( Gantira, 26 Desember 2015, Bogor)

6. Al - Aziiz

A. Pendahuluan

Al-Aziiz adalah yang memiliki kekuatan ('izzah) yang sempurna. Dan salah satu tanda kesempurnaan kekuasaan-Nya adalah selamatnya Dia dari semua keburukan, kekurangan dan aib. Sebab semua hal itu akan menafikan kekuasaan-Nya yang sempurna.

Nama Al-Asma`ul Husna, Al-Aziiz disebutkan di dalam Al-qur'an hampir mencapai 100 kali, salah satu diantaranya sebagaimana yang  terdapat dalam Surat Al-Baqarah ayat 129:

إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ

“Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Sedangkan di dalam hadits di antaranya diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَفَاةً عُرَاةً غُرْلاً كَمَا خُلِقُوا…. فَأَقُوْلُ كَمَا قَالَ الْعَبْدُ الصَّالِحُ: إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ

“Manusia dikumpulkan di Hari Kiamat dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang dan tidak dikhitan sebagaimana dahulu mereka diciptakan.Maka aku mengatakan seperti yang dikatakan seorang hamba yang shalih: Jika engkau siksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu dan jika Engkau ampuni mereka, sesungguhnya Engkau adalah Al-Aziz (Maha Perkasa) dan Maha Bijaksana. (Shahih, HR. At-Tirmidzi dalam Kitab Shifatul Qiyamah Bab Ma Ja`a fi Sya`nil Hasyr no. 2423. Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani mengatakan: Shahi

B.Arti dan Makna Al-Aziiz

Al-Aziiz artinya Maha Perkasa atau Maha Mulia

Adapun makna nama Allah Al-Aziz adalah yang memiliki sifat ‘izzah.Al-‘Izzah menurut para ulama memiliki tiga makna:

1. Al-’Izzah ( yang berasal dari kata عَزَّ-يَعِزًُّ artinya pertahanan diri dari musuh yang hendak menyakiti-Nya sehingga tidak mungkin tipu dayanya akan sampai kepada-Nya.

Sebagaimana dalam hadits qudsi Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ لَنْ تَبْلُغُوا ضُرِّي فَتَضُرُّوْنِي …

“Wahai hamba-hamba-Ku sesungguhnya kalian tak akan dapat mencelakai Aku, sehingga membuat Aku celaka…”

2. Al-’Izzah yang berasal dari kata( عَزَّ-يَعُزُّ artinya mengalahkan dan memaksa.

Contoh penggunaan kata itu dengan makna tersebut:

إِنَّ هذَا أَخِي لَهُ تِسْعٌ وَتِسْعُوْنَ نَعْجَةً وَلِيَ نَعْجَةٌ وَاحِدَةٌ فَقَالَ أَكْفِلْنِيْهَا وَعَزَّنِي فِي الْخِطَابِ

“Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina dan aku mempunyai seekor saja. Dia berkata: Serahkanlah kambingmu itu kepadaku, dan dia mengalahkan aku dalam perdebatan. (Shad: 23)

Sehingga maknanya adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Perkasa, memaksa dan mengalahkan musuh-musuh-Nya, sedang musuh-Nya tidak mampu mengalahkan dan memaksa-Nya. Makna inilah yang paling banyak penggunaannya.

3. Dari kata عَزَّ-يَعَزُّ artinya kuat/Mulia.

(Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin mengatakan:

“Sifat ‘izzah menunjukkan kesempurnaan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bahwa tiada yang menyerupainya dalam hal kuat/mulia kedudukan-Nya.”

Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di mengatakan:

“Al-’Aziz artinya yang memiliki segala macam kemuliaan: kemuliaan kekuatan, kemuliaan kemenangan, dan kemuliaan pertahanan. Sehingga tidak seorangpun dari makhluk dapat mencelakai-Nya. Dan Ia mengalahkan dan menundukkan seluruh yang ada, sehingga tunduklah kepada-Nya seluruh makhluk karena kebesaran-Nya.”



مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعِزَّةَ فَلِلَّهِ الْعِزَّةُ جَمِيعًا

Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. (QS Fathir 35: 10)

Allah yang Maha Mulia, kesempurnaan sifat-Nya yang Maha Mulia ini sangat sulit atau tidak mungkin diraih oleh makhluknya sama sekali. Bahkan untuk membayangkan seberapa besar kemuliaan Allah tidak ada manusia yang mampu.

Laisa kamitslihi syaiun (Tidak ada yang serupa dengan-Nya). Puncak kemuliaan yang tidak pernah tersentuh oleh kehinaan sama sekali, tanpa cacat dan tanpa cela. Bahkan sebenarnya, bahwa tidak ada satu makhluk yang mampu mengenal Allah dalam arti yang sebenarnya. Hanya Allah sendiri yang mengenal siapa sebenarnya Allah yang Maha Mulia itu.

Sedangkan Allah dengan segala kekayaan yang dimilikinya sangat dibutuhkan oleh semua makhluk yang hidup di semesta alam ini.

Allahushshamad, Allah tempat bergantung segala sesuatu. Semua makhluk yang hidup maupun yang tidak hidup keberadaannya di dunia ini tergantung kepada Allah. Lengkaplah sudah sifat keperkasaan atau kemuliaan Allah.

C. Pengaruh Nama Al-’Aziz pada Hamba

Pengaruhnya pada diri seorang hamba, diantaranya adalah:

1. Nama tersebut membuahkan sikap tunduk kepada-Nya

Dan tidak mungkin bagi makhluk untuk melakukan sesuatu untuk memerangi Allah Subhanahu wa Ta’ala seperti melakukan riba atau merampok. Karena keduanya merupakan salah satu bentuk memerangi Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana dalam surat Al-Baqarah ayat 279 dan Al-Ma‘idah ayat 33.

2. Nama ini membuahkan sifat mulia dalam diri seorang mukmin dalam berpegang dengan agamanya, sehingga ia mulia di hadapan orang kafir, merendah di hadapan mukminin.

Karena keperkasaan atau kemuliaan itu milik Allah semuanya maka bagi siapa saja yang menghendaki keperkasaan atau kemuliaan tidak ada jalan lain kecuali memohonnya kepada Allah.

Dia harus meyandarkan segala upaya untuk mencapai keperkasaan atau kemuliaan tersebut kepada Allah. Menempuh jalan dan memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan Allah untuk memperoleh kemuliaan tersebut.

Dalam surat Al father 35: 10 Allah berfirman: “Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka kemuliaan itu seluruhnya hanya milik Allah. ”

Maka hanya dengan berbuat taat kepada Allah kita bisa mendapatkan kemuliaan tersebut. Dan memang demikian, bahwa dihadapan Allah orang yang paling taat dalam arti paling taqwa akan menjadi orang yang paling mulia.

Dalam surat Al Hujurat Allah berfirman: Inna akramakum ‘indallahi atqaakum (Sesungguhnya orang yang paling mulia di antaramu adalah orang yang paling bertakwa).

Disamping itu dengan nada menghibur Allah memberitakan kepada orang-orang beriman bahwa mereka itu memiliki derajat yang sangat tinggi kalau mereka termasuk ke dalam kelompok orang yang beriman. Janganlah kalian bersedih dan jangan khawatir sedang kalian lebih tinggi derajatnya jika kamu termasuk orang-orang beriman (Q.S. Ali Imran 3: 139).


3.  Nama ini membuahkan sikap selalu memohon pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari kejahatan musuh karena Dia-lah yang Maha Kuat lagi Perkasa.

D. Penutup

Orang yang faham akan makna al-Aziiz akan senantiasa menjaga diri dari perbuatan yang menurunkan derajat akhlaknya. Dia akan berusaha mengambil amalan yang meninggikan derajatnya dan menghindari amalan yang merendahkan dirinya sendiri.

Bahkan terhadap amal-amal yang meskipun menurut syareat halal, akan tetapi kalau amal itu menurunkan kemuliannya akan dia hindari.

Mari kita berusaha semaksimal mungkin untuk meraih kemulian itu dengan berbuat taat kepada Allah dan Rasul-Nya

Sumber:
1. Asma-ul Husna, hasil buah karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
2. Fikih Asma-ul Husna, yang ditulis oleh Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Abbad Al-Badr
3. Berbagai sumber dari internet


(Gantira, Bogor 26 Desember 2015)