Saturday 3 December 2016

"Menghadapi Perbedaan dengan Bijak"

Kita harus bijak dalam menghadapi perbedaan pendapat, karena seringkali perbedaan pendapat itu terjadi akibat dari ketidak sengajaan antara dua pihak yang mana salah satu pihak memiliki pengetahuan yang terbatas dibandingkan pihak yang lain.

Jika perbedaan itu bukan sesuatu yang prinsipil atau efek buruknya lebih besar jika kita melayani perdebatan tersebut, maka lebih baik hal itu kita hindari saja.

Contohnya:

Bila ada seseorang yang teriak2 dan mengatakan bahwa 3x8 =28. Dan setiap ada orang yang mengoreksi bahwa 3x8=24, bukan 28, dia akan marah2 dan berani bersumpah serta taruhan nyawa.

Dimana bila dirinya yang menyatakan 3x8 =28 ternyata salah maka dia siap memenggal kepalanya sendiri, sedang bila orang yang menyatakan bahwa  3x8=24 ternyata salah maka dia harus siap di hukum mati.

Menghadapi orang yang nekad seperti ini, sebaiknya kita hindari perdebatan dan taruhan tersebut. Karena gak ada manfaatnya mendebatkan perhitungan 3x8.

Dimana jika taruhan itu dilakukan maka hasil ujungnya akan membawa kemudharatan yang jauh lebih besar, yaitu nyawanya bisa melayang dengan memenggal kepalanya sendiri. Dan kita pun akhirnya dibuat repot juga dengan mengurusi jenazahnya yang kemungkinan besar akan menguras tenaga dan keuangan kita.

Namun jika kita menghindari taruhan tersebut, mudharatnya jauh lebih kecil, yaitu dia menjadi orang yang bodoh sendirian karena gak mau dikasih tahu sesuatu yang benar.

Jadi kita harus bijak dalam menasehati seseorang. Jika hal itu suatu hal yang sederhana dan bukan hal yang prinsipil maka tugas kita hanya sebatas memberi tahu kebenaran. Mengenai dia setuju atau tidak dengan nasihat kita, maka itu bukan urusan kita lagi.

Berbeda bila hal itu adalah perkara yang sangat besar dan prinsipil. Dimana bila dibiarkan maka masalahnya akan jauh lebih besar dan membawa maka petaka yang mengerikan. Maka kita wajib meluruskannya, walaupun nyawa kita sebagai taruhannya.

Sebagai contoh:

Bila ada orang yang iseng mau melemparkan puntung rokok yang menyala pada ujung selang pom bensin yang sedang mengisi bis sekolah yang penuh dengan anak2 sekolah.

Maka kita harus melarangnya bahkan kalau dia nekat, kita bisa menempelengnya bahkan memotong tangannya kalau tangan itu nekad pada pendiriannya untuk melemparkan puntung rokok tersebut.

Kita tidak bisa membiarkan suatu permasalahan yang prinsipil dan berbahaya dengan hanya alasan memberi kebebasan pada keisengan dan kebodohan orang lain.

(Gantira, 3 Desember 2016, Bogor)