Monday 7 September 2015

Kesabaran Tingkat Tinggi

Kita akan senang, bila seseorang yang kita bantu keadaannya menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Kita pun akan senang, bila seseorang yang kita tolong mengikuti semua saran kita untuk memperbaiki kesulitannya.

Namun kita akan kesal, kalau dia mengabaikan semua saran kita untuk memperbaiki dirinya.

Dan kita akan jauh lebih kesal lagi bila kita memperbaiki semua kerusakan yang disebabkan olehnya serta berusaha membantunya untuk memperbaiki keadaan dia agar situasi di masa depannya lebih baik; tapi dia malah membuat kerusakan lagi demi kesenangannya  serta mengharapkan kita memperbaiki semua kerusakannya tanpa mau dirinya memperbaiki diri.

Sungguh luar biasa kesabaran yang dimiliki para
nabi dan rasul serta para ulama yang mewarisinya. Mereka membantu memperbaiki kerusakan serta mengajak dan menolong umatnya untuk memperoleh surga dan terhindar dari ancaman api neraka. Tapi orang-orang yang ditolong malah membalasnya dengan mencela dan mendholimi para penyerunya.

Sungguh, perjuangan para nabi dan rasul serta para ulama yang mewarisinya membutuhkan kesabaran tingkat tinggi.


"Dealing with Negative People? Just Don't!"



PERNAH berjumpa atau harus berhubungan dengan orang negatif?

          Saya jamin siapa pun dan dimana pun Anda pasti pernah harus menghadapi masa-masa yang jauh dari menyenangkan ini. Saya pun tidak terkecuali. Belum lama ini, saya memutuskan untuk keluar dari sebuah grup WA yang beranggotakan para warga tempat saya tinggal. Niat awal bergabung untuk bisa menjalin silaturahmi dan berkomunikasi jadi sulit terlaksana karena ulah segelintir orang yang membuat apa pun jadi rumit, tegang, dan ... negatif. Dan, sebagaimana umumnya terjadi pada berbagai situasi lain, saat orang - orang negatif sudah menguasai panggung, tidak akan mudah bagi yang lain untuk angkat bicara dan melibatkan diri. Jika kita perhatikan dengan seksama, situasi ini terjadi di keluarga, lingkup pertemanan, organisasi, bahkan negara. Sunyinya suara banyak orang saat segelintir orang negatif merajalela bukan karena takut, melainkan rasa enggan untuk berdebat dan terlibat.

          Apa sebenarnya orang negatif? Penjelasannya bisa panjang lebar. Namun, bagi saya, mereka adalah orang-orang yang lebih mudah melihat kesalahan atau keburukan dari sebuah situasi, orang lain, atau bahkan diri mereka sendiri. Mereka teramat sulit mempercayai orang lain dan senantiasa mengkhawatirkan hal-hal terburuk yang bakal menimpa mereka. Mereka secara konsisten mengomentari segala situasi dari sudut pandang pesimis dan selalu mengasumsikan hal terburuk. Cara paling mudah untuk mengenali orang negatif adalah saat kita merasakan kelelahan luar biasa setiap kali usai berinteraksi dengan mereka. Dalam konteks ini, orang-orang negatif sering kali dijuluki vampir energi.

          The core of negativity: Blame & shame. Pada intinya, orang-orang negatif punya 2 senjata ampuh yang hampir selalu mereka gunakan dalam berbagai kesempatan: mempersalahkan dan mempermalukan. Kenapa problem ini terjadi? Ini sepenuhnya salah dia yang tidak memenuhi janji ini dan itu. Bagaimana menuntaskan masalah ini? Seharusnya masalah ini tidak terjadi jika dia melakukan tugasnya. Sungguh mengecewakan punya (silahkan lingkari yang paling sesuai: teman/anak buah/bos/istri/suami/rekan kerja) seperti kamu!

          Life sucks - for all negative people. Orang-orang negatif hampir selalu tidak merasakan kalau mereka negatif. Kenapa mereka menjadi orang negatif hampir selalu karena rangkaian peristiwa dalam kehidupan mereka. Pahami kalau kehidupan mereka jauh dari menyenangkan, cenderung kesepian, dan sangat mendambakan orang lain untuk turut merasakan apa yang mereka rasakan. Kenegatifan mereka bukan karena mereka negatif "dari sononya", melainkan mereka tidak (lagi) berhasil menarik energi positif dari sekitar mereka. Kabar buruknya, negativity ini bisa menular dengan cepat. Bagaimana tidak? Setelah lelah berhubungan dengan mereka, kita hampir pasti membicarakan mereka dengan segala kenegatifan mereka pada orang lain. Nah lho?!

          You always have many reasons to smile. Sebaliknya, orang positif adalah mereka yang mampu menyelaraskan kehidupan mereka dengan sumber energi dari dalam diri. Mereka menyebarkan rasa hangat, rasa aman, dan rasa bahagia ke sekeliling mereka. Berada di sekitar orang-orang macam ini selalu menyenangkan dan menggugah untuk berbuat sesuatu. Bisa jadi esensi menjadi orang positif adalah syukur dan sabar. Sesuatu yang sangat relevan dengan ajaran agama manapun.

          Stay positive. Spend time with happy people. Choose your battles. Apa yang bisa dilakukan jika harus berhadapan dengan orang negatif? Well, menghadapi mereka adalah pilihan. Tidak setiap diskusi harus diladeni. Tidak semua undangan harus dipenuhi. Dan, tidak semua WA grup harus dipertahankan ;) Mudahnya begini: terus sopan, terus tersenyum, dan jalan terus.

          Dalam kehidupan akan selalu ada orang-orang negatif. Kutipan dari Blake Mycoskie, pendiri TOM's ini paling tidak bisa memberikan ide tentang bagaimana harus berhadapan dengan mereka: "I Choose my friends very carefully. I never hang around with anybody I do not want to be with. - And that's a blessing. Always spend time people who are happy, who are growing, who love to learn and who don't mind to say sorry and thank you - and knows how to have a good time." ( Penulis: Rene Suhardono; Sumber: Kompas, sabtu, 5 September 2015 hal. 35; Ditulis ulang oleh: Uung Gantira)

Skala Prioritas

"Skala Prioritas"

Saat pertama kali serius memperdalam ajaran Islam. Semangat muncul dengan meluap-luap.

Tanpa ada yang bertanya, mulut ingin langsung mengatakan A sesat, B bid'ah, dan C menyimpang.

Tanpa ada peristiwa besar, jiwa inginnya bergelora meneriakkan perang, hancurkan kebatilan, dan enyahkan kemunafikan.

Setelah terus mencoba bersabar mendalami ajaran Islam. Pemahaman mulai sedikit demi sedikit meresap dalam dada.

Ternyata segala sesuatu itu ada skala prioritas, ada yang harus segera dilakukan dan ada juga yang perlu bersabar untuk menahan diri dari ketergesa-gesaan.

Bila ada dua pilihan antara melakukan suatu kebaikan tapi efek buruknya lebih besar dari manfaatnya atau menghindarinya maka pilihan bersabar untuk tidak melakukannya adalah lebih prioritas.

Bila ada pilihan melakukan sesuatu yang akan menimbulkan kerugian kecil atau mendiamkannya yang akan menimbulkan kerusakan besar maka pilihan  untuk tetap istiqomah melakukannya adalah lebih prioritas.

Sungguh, kita harus semakin memahami dan merealisasikan makna skala prioritas dalam mengamalkan sebuah ilmu di kehidupan yang makin komplek ini.