Tuesday 25 April 2017

"Metamorfosa pada Usia 40 Tahun"

= Sebelum usia 40 tahun =

Definisi kebahagiaan adalah menjadi juara kelas, mendapatkan sekolah terbaik di dalam dan luar negeri, punya jabatan, punya uang banyak, jalan2 naik pesawat ke berbagai daerah, nginep di hotel2 mewah dan banyak lagi kesenangan yang mulai terbayang di khayalanku.

Sehingga orang2 yang diidolakan  adalah Einstein, Newton, Bill Gate, Steve Jobs, Soekarno, serta para tokoh lainnya yang dianggap hebat oleh manusia saat ini. Sehingga semua biografi mereka aku lahap habis, sampai2 aku merasa bahwa aku adalah dia dan dia adalah aku.

Salah satu kata2 yang tertanam sangat mendalam dalam benakku adalah Kata2 Einstein dengan ungkapannya:

 "Ilmu tanpa agama adalah lumpuh, agama tanpa ilmu adalah buta"

Aku dulu menganggap yang namanya ilmu adalah hanya seputar sains, teknologi dan cara memimpin suatu bangsa atau perusahaan besar sehingga hampir semua buku yang kutemui, saya beli dan saya baca sampai tuntas. Hingga koleksi buku2 yang kumiliki hampir 3 lemari penuh.

Akhirnya apa yang kuidam2kan dapat ku gapai juga, saat sma aku dapat peringkat terbaik, lalu masuk perguruan tinggi terbaik, lalu dapat pekerjaan di instansi yang kuidam2kan, lalu dapat sekolah lagi ke negeri lain, lalu dapat lagi jabatan, lalu mulai terbang ke berbagai daerah dengan pesawat maskapai terbaik di negeri ini, lalu mulai menginap di hotel2 yang kuanggap mewah, lalu dapat uang yang banyak sesuai yang kuimpikan dan banyak lagi lalu lalu lainnya..

Namun sayang, aku tidak menemukan kebahagiaan di situ, yang kudapatkan adalah kesibukan tanpa henti, keresahan yang tidak berkesudahan, kepeningan yang tidak tahu kapan ujung nya.

=Menjelang usia 40 tahun=

Bacaanku mulai bermetamorfosa pada al-quran dan tafsirnya, hadist dan penjelasannya serta buku2 karangan para ulama terdahulu. Hingga koleksi bacaan baruku ini pun hampir menyeimbangkan koleksi buku2 sebelumnya.

Dari hasil bacaan pada buku2
 ku yang baru tersebut, baru kusadari bahwa ternyata pernyataan Einstein itu salah total.

Justru yang namanya ilmu itu adalah ilmu agama, sedangkan pengetahuan lainnya hanyalah sebagai salah satu sarana saja untuk membuat kita lebih paham akan ilmu agama. Sehingga aku pun memiliki kata2 mutiara sendiri, yaitu  "Hidup  tanpa ilmu agama akan menjadi buta dan lumpuh"

Salah satu ayat al-qur'an yang tertanam mendalam dalam jiwaku menggantikan kata2 Einstein adalah:

“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya. Dan memberi-nya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (Ath-Thalaq: 2-3).

Ternyata hanya dengan bermodal taqwa, aku bisa keluar dari setiap permasalahan yang ada serta  mendapatkan semua rizqi yang ada baik itu rizqi kebahagiaan ataupun rizqi lainnya.

Akhirnya akupun ingin mengamalkan kata taqwa ini dalam seluruh hidupku secara kaffah, dengan kata lain harus membuang jauh2 teori lama yang sudah tidak akurat dan tidak sesuai lagi dengan apa yang sebenarnya kuinginkan.

Namun untuk menempuh semua itu, banyak sekali tantangan yang harus kuhadapi, baik itu dari tempat kerjaku maupun keluarga besarku. Karena salah satu keputusan terbesar yang harus diambil adalah resign, meninggalkan semua hal yang sebagian besar orang menganggapnya menyenangkan.

Akhirnya dengan dukungan kuat dari belahan jiwaku, aku putuskan untuk resign dan memulai dengan kehidupan baru, yaitu kehidupan tanpa harta subhat, tanpa riba, tanpa aktifitas basa basi, serta tanpa tanpa lainnya yang menyerempet dengan aturan-Nya.

=Setelah 40 tahun berjalan=

Setelah hampir 3 tahun berjalan dari resign, sesuai dugaanku semula yaitu pemasukan tidak lagi seperti dulu, tidak ada lagi nginep di hotel, tidak ada lagi makan2 di restoran, tidak ada lagi terbang ke sana ke mari, dan banyak lagi tidak ada lagi tidak ada lagi lainnya.

Namun walaupun demikian, ada sesuatu yang bertambah dalam hidupku, yaitu ketenangan, ketentraman, kebahagiaan, keantusiasan, semangat hidup dan kebersamaan dalam keluarga.

Dulu, yang namanya hari itu adalah hari yang memusingkan. Sedangkan hari bahagia itu hanya pada hari Sabtu, minggu atau hari libur, dan itupun seringkali terganggu pada saat ada telepon mendadak dari atasan untuk segera terbang ke kota lain.

Sekarang, yang namanya hari bahagia adalah tiap hari, tidak ada lagi hari yang memusingkan. Kalau pun ada hari yang memusingkan, tindakannya cukuplah memohon kepada-Nya dan solusi tiba2 muncul dari tempat tak terduga.

Hari2 kebahagianku seringkali diisi dengan selalu mengajak anak2 untuk shalat fardhu berjamaah di mesjid, mengajarkan mereka untuk mempraktekkan bagaimana puasa sunat, shalat tahajud, shalat dhuha serta mendengarkan ceramah2 yang dengan mudah dapat di download dari Youtube.

Ternyata, kebahagiaan itu bukanlah didapat dengan cara berusaha memiliki  semua fasilitas yang ada di dunia ini untuk kita gunakan, tapi kebahagiaan itu didapat dengan cara berusaha menanamkan ketakwaan dalam hati kita untuk kita amalkan.

Aku pun teringat akan salah satu firman-Nya:

“Sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa:

“Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”.” (QS. Al-Ahqaf: 15)

Aamiin..aamiin..aamiin ya robbal alamiin..

(Gantira, 26 April 2017, Bogor)