Wednesday 30 September 2015

Hati Menjadi Tenang saat Mengingat Allah



Saat gelisah melihat kondisi ekonomi yang sedang berada pada posisi lampu merah, hati menjadi tenang saat mengingat bahwa Allah telah menjamin rizqi setiap makhluk-Nya.

Ketika resah membayangkan akan datangnya kejadian buruk yang mungkin terjadi, hati menjadi tenang saat mengingat bahwa segala sesuatu tidak akan terjadi bila tidak ada ijin-Nya dan semua akan tetap terjadi bila Dia berkehendak.

Bila sedang ketakutan didatangi seorang yang suka berbuat zalim, hati menjadi tenang saat mengingat bahwa Allah memegang ubun-ubun semua makhluk-Nya sehingga setiap orang  tidak akan berdaya jika Dia membuatnya tidak berdaya.

Waktu batin penuh kekhawatiran menghadapi situasi banyak hutang yang tidak mungkin bisa terbayarkan, hati menjadi tenang saat mengingat bahwa Allah Maha Kaya yang dapat melimpahkan rizqi pada siapa saja yang Dia kehendaki tanpa batas.

Menjelang perasaan terancam kedatangan peristiwa yang bisa merengut nyawa kita, hati menjadi tenang saat mengingat bahwa Allah akan melimpahkan surga bagi orang yang mati berjuang di jalan-Nya.

Sungguh, hati akan menjadi tenang saat kita mengingat Allah yang memiliki alam semesta ini dan berkehendak terhadap apapun yang sedang dan akan terjadi terhadap ssemua makhluk-Nya.

(Gantira, 1 Oktober 2015, Bogor)

Tuesday 29 September 2015

Penyakit Hati yang Paling Mematikan



Penyakit hati yang paling berbahaya adalah timbulnya rasa sombong, merasa diri lebih hebat dari orang lain sehingga tidak suka menerima kebenaran yang datangnya dari orang lain.

Penyakit ini biasanya timbul saat kita sudah merasa mapan, saat kita sudah tinggal landas dari  kesulitan dan penderitaan, saat kita sudah keluar dari kehidupan yang menyengsarakan.

Berhati-hatilah bila kita awalnya susah berbicara di depan umum, lalu kita memohon dan terus berlatih hingga akhirnya  jadi seorang orator ulung.

Berhati-hatilah bila kita awalnya bodoh,  lalu kita berdoa dan terus belajar hingga akhirnya  jadi seorang ilmuwan;

Berhati-hatilah bila kita awalnya karyawan biasa yang tak diperhitungkan, lalu kita berharap dan  terus rajin bekerja hingga akhirnya   jadi seorang pejabat yang dihormati;

Berhati-hatilah bila kita awalnya miskin penuh penderitaan, lalu kita bercita-cita dan berusaha keras hingga akhirnya jadi  seorang hartawan yang sangat kaya raya.

Pada saat semuanya yang kita mohonkan, doakan, harapkan dan cita-citakan  tercapai, maka saat itu sangat mudah akan terjangkit penyakit yang sangat mematikan yaitu penyakit sombong.

Penyakit yang merasa bahwa semua yang didapatkannya semata-mata karena latihannya, kecerdasannya, usahanya dan kekuatannya hingga melupakan peran Sang Pemilik Takdir.

Saat penyakit itu menyatu dengan kita, maka sejak saat itu kita jadi lebih hina daripada kita belum menjadi siapa-siapa. Sebagaimana kehinaan yang dimiliki Iblis, Fir'aun, Qorun dan Hammam.

Untuk menghindari penyakit mematikan ini, maka kita sebaiknya memperbanyak istighfar dalam setiap situasi dan kondisi. Karena pada dasarnya kita adalah makhluk tak berdaya dan penuh dosa jika tanpa pertolongan dan ampunan-Nya.

(Gantira, 30 September 2015, Bogor)

Perbandingan yang Setara



Dalam membandingkan sesuatu itu perlu adanya kesetaraan terhadap apa yang dibandingkan.

Tidaklah tepat kita membandingkan kebahagiaan duniawi antara orang non islam yang sangat kaya dengan orang mukmin yang miskin, yang tepat itu membandingkan kebahagiaan dunia antara orang non islam yang sangat kaya dengan orang mukmin yang sangat kaya juga. Karena pada dasarnya banyak juga orang mukmin yang sama-sama diberi kekayaan berlimpah.

Begitu juga, baru seimbang jika kita membandingkan menderita mana dunianya antara orang non islam yang sangat miskin dengan orang mukmin yang sangat miskin. Karena pada kenyataannya banyak juga orang non islam  yang sangat miskin.

Tidaklah tepat kita membandingkan hasil karya sebuah penemuan teknologi antara orang non islam yang IQ nya tinggi dengan orang mukmin yang IQ nya biasa-biasa saja. Yang lebih tepat itu membandingkan hasil karya dari orang non islam dan orang mukmin yang IQ nya sama-sama tinggi. Karena pada kenyataannya banyak juga orang mukmin yang dianugrahi IQ yang sangat tinggi.

Begitu juga sebaliknya, baru seimbang jika kita membandingkan kinerja orang non islam dan orang mukmin yang sama-sama IQ nya biasa-biasa saja. Karena pada dasarnya banyak juga orang non Islam yang IQ nya biasa-biasa saja.

Tidaklah tepat kita membandingkan kesejahteraan yang dipimpin orang non  islam yang adil dan bijaksana dengan orang islam yang dholim dan kasar. Yang lebih tepat itu membandingkan kesejahteraan yang dipimpin oleh orang non muslim dan orang mukmin yang sama-sama adil dan bijaksana. Karena pada kenyataannya banyak juga orang mukmin yang adil dan bijaksana.

Begitu juga sebaliknya, yang seimbang itu membandingkan kesengsaraan yang dipimpin oleh orang non islam dan orang islam yang sama- sama dholim. Karena pada dasarnya banyak juga orang non islam yang dholim.

Jika kita telah membandingkan segala sesuatu dengan setara antara orang non islam dan orang islam yang taat. Maka kita akan sadar bahwa ajaran Islam akan membawa keunggulan yang jauh lebih baik daripada  yang mengingkarinya.

(Gantira, 29 September 2015, Bogor)

Monday 28 September 2015

"Kedamaian dalam Sikap Ridha"

Semua beban berat akan terasa ringan jika kita ridho.

Segala keresahan jiwa akan berubah menjadi ketenangan jika kita ridho.

Berbagai jenis kepenatan pikiran akan menjadi jernih ketika kita ridho.

Bermacam rasa sakit yang mendalam akan jauh berkurang jika kita ridho.

Allah akan ridho pada amalan kita yang sedikit, jika kita ridho terhadap semua yang diberikan Allah pada kita.

Rasulullah saw menganjurkan agar kita  tiap hari senantiasa membaca
 رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا ، وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا ، وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا
(Aku ridha/rela Allah sebagai Tuhanku, Islam sebagai agamaku dan Muhammad sebagai Rasulku)

Bahkan kita bisa masuk surga melalui pintu ridho.

Sungguh, ridho akan membuat hidup kita diliputi dengan penuh kedamaian, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
(Gantira, 28 September 2015, Bogor)

Indahnya Islam

Indahnya Islam; dia bisa memasukkan kita ke surga lewat pintu mana saja yang sanggup kita lakukan sesuai potensi yang telah dianugerahkan pada kita; bisa lewat pintu shalat,   pintu shadaqah, pintu jihad, pintu puasa, pintu tobat, pintu menahan amarah, pintu ridho  atau pintu tanpa hisab.

Indahnya Islam; dia bisa membuat kita mendapatkan naungan-Nya dari panasnya matahari di padang masyar nanti melalui perjuangan mana saja yang sanggup kita lakukan; bisa menjadi pemimpin yang adil, menjadi pemuda yang rajin beribadah kepada Allah,  menjadi seorang yang hatinya selalu terikat pada mesjid, menjadi orang yang saling mencintai dan membenci karena Allah, menjadi lelaki yang menolak rayuan zina wanita yang cantik dan kaya karena takut kepada Allah, menjadi orang yang bersedekah secara sembunyi2, atau menjadi seorang yang senantiasa berzikir kepada Allah di kala sendiri hingga menangis.

Indahnya Islam; dia bisa membuat kita mulia di hadapan-Nya baik kita laki-laki ataupun perempuan,  baik dalam kondisi kaya ataupun miskin, baik dalam kondisi kuat ataupun lemah, baik  dalam kondisi sehat ataupun sakit,  baik dalam kondisi pejabat ataupun rakyat biasa bahkan dalam profesi apapun yang sedang kita jalani; selama kita senantiasa bertakwa kepada Allah.

Indahnya Islam, dia bisa membuat kita tetap berada dalam keberuntungan dalam situasi apapun selama kita menghadapi situasi itu hanya dengan dua cara, yaitu bersabar atau bersyukur.

Indahnya Islam, dia melarang kita untuk sombong dan menghujat atau menghina orang lain seberapa parah pun kondisinya. Karena kemuliaan seseorang itu berada pada akhir hidupnya apakah dia beriman atau tetap kafir yang setiap orang tidak tahu dengan pasti kondisi itu.

Indahnya Islam, dia melarang kita berputus asa dan menghinakan diri  pada setiap kondisi apapun yang kita alami. Karena rahmat dan ampunan-Nya seluas langit dan bumi yang senantiasa mengabulkan permohonan hamba-Nya.

Indahnya Islam, kita dianjurkan untuk berlomba-lomba  berbuat kebaikan. Dan setiap orang yang telah berjuang dalam mengikuti perlombaan ini akan tetap menang sesuai kemampuan yang dapat dilakukannya.

Sungguh Islam benar-benar indah, akan membuat hidup kita senantiasa indah dunia dan akhirat jika kita kaffah dalam mengikuti semua syariatnya sesuai kemampuan maksimal yang dapat kita lakukan.

(Gantira, 28 September 2015, Bogor)

Friday 18 September 2015

Persahabatan

Persahabatan yang paling menguntungkan adalah persahabatan dengan orang mukmin.

Mereka berbuat baik pada kita, tanpa mengharapkan balasan kita.

Bahkan mereka tetap berbuat baik walaupun kita telah khilaf berbuat kesalahan pada mereka.

Mereka menasehati kita, tanpa merasa kita dipojokkannya.

Kita tidak akan takut akan kezaliman mereka karena mereka lebih takut mendholimi orang lain daripada didholimi.

Mereka tetap membantu kita, baik kita kaya maupun miskin, baik kita pejabat maupun rakyat biasa, baik kita kuat maupun lemah.

Mereka selalu mengajak kita pada kebahagiaan abadi.

Bahkan di akhirat kelak, saat mereka telah masuk surga mereka akan tetap mengingat kita dan memohon kepada-Nya agar menyelamatkan kita dari panas-Nya api neraka dan memohon agar bisa hidup bahagia bersama mereka.

Sungguh indah bersahabat dengan orang mukmin.


Persahabatan yang paling merugikan adalah persahabatan dengan orang dholim.

Mereka berbuat baik pada kita, kalau ada sesuatu yang sangat menguntungkan buat mereka.

Bahkan mereka akan tetap berbuat  dholim pada kita walaupun kita telah berbuat baik pada mereka apalagi bila kita telah berbuat salah pada mereka.

Mereka selalu mengajak kita pada keburukan; bila mereka menasehati kita, nasehatnya sangat menyakitkan dan membuat kita nampak hina di depan banyak orang.

Kita akan selalu khawatir  akan kezalimannya karena mereka sangat senang mendolimi orang lain tapi takut di dholimi.

Mereka selalu mengajak kita pada kebinasaan abadi.
Bahkan di akhirat kelak, saat mereka telah masuk neraka mereka akan tetap menarik kita agar bisa bergabung bersamanya merasakan panasnya api neraka.

Sungguh sangat merugikan bersahabat dengan orang2 dholim.

(Gantira, 19 September 2015, Bogor)

"Aib Orang Lain"



Menceritakan aib orang lain bagaikan sebuah rutinitas sarapan yang banyak dinikmati oleh sebagian besar manusia, baik itu di dalam perkumpulan kantor, sesama alumni, sesama tetangga bahkan dalam lingkungan terkecil diantara suami istri.


Namun, seringkali kita tidak menyadari bahwa menceritakan aib orang lain itu akan membakar amal kebaikan yang dengan susah payah sudah kita kumpulkan.


Bahkan yang paling menakutkan adalah seringkali aib orang lain yang sering diceritakannya pada akhirnya terjadi juga pada dirinya. Sehingga berbalik, dialah yang akan menjadi isu utama atas aib yang dulu dia hina.


Jadi berhati-hatilah untuk tidak membicarakan aib orang lain karena bisa jadi masa depan kita adalah apa yang kita bicarakan tentang Aib orang lain.

Sibukkanlah diri kita dengan berintrospeksi diri, lalu perbaikilah secara terus menerus. Lupakan aib orang lain karena kita tidak tahu dengan pasti apa yang terjadi pada orang lain.

(Gantira, 19 September 2015, Bogor)

Thursday 17 September 2015

"Menyikapi Takdir"



Banyak orang, ketika muda mereka hidup dalam kesusahan dan penuh perjuangan; dan setelah besar pun mereka mengalami kehidupan yang sama.

Begitu pula banyak orang, saat muda hidup dalam kesusahan dan penuh perjuangan, namun setelah besar mengalami perubahan menjadi hidup penuh ketenangan dan kesenangan.

Sebaliknya, banyak orang di saat usia muda menjalani hidup penuh ketenangan dan kesenangan, dan begitu pula di saat dewasa dia mengalami kehidupan yang sama.

Begitu pula banyak orang saat muda hidupnya mengalami ketenangan dan kesenangan, namun setelah dewasa hidupnya berbalik menjadi dalam kesusahan dan penuh perjuangan.

Di sinilah, kita perlu menyadari adanya takdir. Sehingga yang diperlukan oleh kita adalah sikap kita terhadap takdir tersebut.

Saat kita dalam kesusahan dan penuh perjuangan, maka yang diperlukan adalah sikap sabar dalam menghadapinya. Sebaliknya bila hidup kita dalam kondisi  penuh ketenangan dan kesenangan maka yang dibutuhkan adalah bersyukur atas kondisi tersebut.

Tidaklah hina bila hidup kita dalam kesusahan dan penuh perjuangan; begitu pula tidaklah tercela jika hidup yang kita alami penuh ketenangan dan kesenangan.

Yang tercela dan hina adalah bila kita menyikapi hidup yang susah dan penuh perjuangan dengan cara berputus asa hingga menghujat takdir dan membenci orang yang hidupnya berbeda 180 derajat dengan dirinya.

Begitu pula yang tercela dan hina adalah bila kita menyikapi hidup tenang dan penuh kesenangan dengan cara sombong hingga membanggakan diri dan menghina orang yang hidupnya berbeda 180 derajat dengan dirinya.

Sesungguhnya kesuksesan sejati itu, benar2 bisa dinilai saat kita husnul khatimah dimana pada akhirnya memperoleh anugrah kebahagiaan di kehidupan abadi kelak.

Begitu pula kegagalan sejati itu, baru bisa ditetapkan jika suul khatimah yang siap mengalami kesengsaraan di kehidupan kekal nanti.

Agar kita memperoleh kesuksesan sejati, maka yang diperlukan oleh kita saat ini adalah berdoa, berusaha, bersabar, bersyukur serta ridha terhadap apapun yang sudah Allah ditakdirkan pada kita.

Semoga Allah, melimpahkan anugrah pada kita sebagai salah seorang yang husnul khatimah, aamiin...3x

(Gantira, 18 September 2015, Bogor)

Monday 14 September 2015

"Sesuatu yang Pasti Pada Hidup Kita"



Ada tiga hal yang sudah pasti pada hidup kita, yaitu:
1) kematian nanti, sebagai pintu gerbang menuju kehidupan abadi yang bahagia atau sengsara;
2) saat ini, kehidupan yang sedang kita alami.
3) masa lalu, kehidupan masa lalu yang telah kita lewati.


Sedangkan kehidupan nanti yang masih di dunia, itu adalah sesuatu yang belum pasti. Semuanya hanya sebatas khayalan dan keinginan.


Dalam menyongsong kepastian kematian yang akan datang nanti, maka sikap hidup harus mempersiapkan bekal buat kehidupan setelahnya agar hidup kita menuju kebahagiaan abadi.

Dalam menghadapi masa saat ini yang sedang kita alami adalah dengan melakukan yang terbaik yang mampu kita lakukan.

Dalam menyikapi masa lalu adalah dengan mengambil hikmahnya terhadap apa yang sudah terjadi. Bila kebaikan yang teralami dengan cara mensyukurinya dan bila perbuatan salah/dosa yang telah kita lakukan dengan cara memperbanyak istighfar.

Sedangkan untuk menghadapi masa nanti yang masih sekitar dunia, maka yang bisa kita lakukan adalah melakukan yang bisa kita lakukan saat ini serta berdoa kepada-Nya.

Jadi skala prioritas yang perlu kira lakukan adalah persiapkan amal untuk nanti yang disertai doa, lakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan saat ini,  serta intropeksi diri terhadap apa yang sudah terjadi.

Jangan menghabiskan waktu saat ini dengan ketakutan2 duniawi yang belum tentu terjadi, karena semua itu belum pasti dan hanya akan membuang waktu kita saja. Daripada waktu kita habis oleh keresahan yang tidak menentu lebih baik kita gunakan untuk berdoa memohon kepada-Nya.

(Gantira, 14 September 2015, Bogor)

Sunday 13 September 2015

"Menggapai Lebih Banyak Apa yang Diinginkan"



Sebagian besar orang kemungkinan memiliki keinginan yang lebih banyak daripada yang bisa di dikerjakannya. Namun pada kenyataannya, seringkali kita tidak memiliki cukup waktu untuk mengerjakan semua itu.

Kita sering dihadapkan oleh banyak pekerjaan yang harus kita kerjakan, walaupun bukan yang kita inginkan. Sehingga yang terjadi adalah termenung dalam kebingungan yang akhirnya semua tidak bisa dikerjakan.

Dalam menghadapi semua itu maka diperlukan strategi yang tepat. Salah satu caranya adalah dengan  sesegera mungkin (jangan ditunda2) menyelesaikan apa yang menjadi kewajiban kita saat itu juga, setelah itu baru berleha2 dengan melakukan ibadah2 sunat lainnya atau melakukan pekerjaan2 yang kita inginkan dan kita sukai.

Segala puji bagi Allah, yang menjadikan ibadah wajib itu tidak terlalu banyak dan waktunya tertentu/ terjadwal serta ada ukurannya. Seperti shalat fardhu, puasa ramadhan, zakat bahkan haji ada pada waktu-waktu tertentu saja.

Sedangkan ibadah sunat, lebih longgar waktunya serta jumlahnya bisa kita lakukan semaksimal keinginan dan kemampuan kita, seperti shalat sunat, puasa sunat, shadaqah, dan umroh.

Begitu juga dengan kegiatan sehari2 yang menjadi kewajiban kita tidaklah terlalu banyak dibandingkan kegiatan2 lainnya yang ingin kita lakukan.

Jadi prioritaskanlah dan segeralah menyelesaikannya terhadap apa yang menjadi kewajiban kita, setelah itu sisa waktunya bisa digunakan dengan bersenang2 melakukan apa yang kita inginkan selama hal itu tidak melanggar aturan-Nya.

(Gantira, 14 September 2015, Bogor)

Amalan Bagi Yang Tidak Berhaji

Diingatkan lagi biar ingat ...

# Sebentar lagi masuk awal Dzulhijjah ...

15 September 2015 (diperkirakan) sudah 1 Dzulhijjah. Yuk
amalkan 6 amalan di awal Dzulhijjah berikut:

# Rincian Amalan di Awal Dzulhijjah

Ini amalan-amalan yang bisa diamalkan oleh kaum muslimin yang tidak berhaji.

✅ 1 - 9 Dzulhijjah

• Puasa sunnah awal Dzulhijjah.
• Perbanyak takbir mutlak, tidak dibatasi waktu dan tempat. Boleh saat di pasar, di jalan, di kendaraan, di rumah, diperintahkan untuk terus bertakbir seperti layaknya takbiran hari raya.
• Perbanyak amalan shalih seperti sedekah.
• Larangan potong rambut dan kuku dari awal Dzulhijjah sampai hewan qurban disembelih.

✅ 9 Dzulhijjah

• Puasa Arafah.
• Perbanyak doa di hari Arafah karena sebaik-baik doa adalah doa pada hari Arafah.

✅ 9 Dzulhijjah Ba'da Shubuh Hingga Waktu Ashar pada Hari Tasyriq yang Terakhir (13 Dzulhijjah)

• Perbanyak takbir muqayyad, yaitu setelah shalat lima waktu maupun shalat sunnah. Baiknya tetap mendahululan dzikir setelah shalat kemudian perbanyak takbir.

* Wanita diperintahkan melirihkan suara, sedangkan laki-laki mengeraskan suara takbir.

✅ 10 Dzulhijjah

• Shalat Idul Adha
• Penyembelihan qurban
• Tidak boleh puasa
 
✅ Hari-Hari Tasyriq (11, 12, 13 Dzulhijjah)

• Penyembelihan qurban
• Tidak boleh puasa
• Perbanyak doa sapu jagad: Rabbana aatinaa fid dunyaa hasanah wa fil aakhirati hasanah, wa qinaa 'adzaaban naar.

▶️ 1 Dzulhijjah diperkirakan jatuh pada tanggal 15 September 2015 berdasarkan kalender pemerintah RI.

Wallahu waliyyut taufiq, hanya Allah yang beri taufik dan kemudahan untuk mengamalkan amalan shalih di atas.

Bagaimana Jika Indonesia Berbeda dengan Arab Saudi dalam Idul Adha? Ini bahasan ilmiahnya: http://goo.gl/wd6Bon

📚 Catatan kecil: Muhammad Abduh Tuasikal • Rumaysho.Com • Twitter @RumayshoCom • Instagram RumayshoCom • Pesantren DarushSholihin.Com

✏️ Sekali SHARE ke yang lain, Anda dapat bagian pahala kebaikan.
________________________


Friday 11 September 2015

"Bukan Penderitaan yang Berarti"

Sebuah masalah dan penderitaan yang dihadapi, selama arah yang kita tempuh sesuai dengan cita-cita kita, maka itu bukanlah penderitaan yang berarti.

Karena setiap tujuan selalu ada konsekuensinya. Setelah tujuan tercapai, maka semua proses yang telah dijalani pada akhirnya akan terasa indah untuk dikenang.

Sebuah penderitaan yang benar-benar menderita itu adalah masalah dan penderitaan yang terjadi tidak searah dengan tujuan akhir kita.

Karena bila kita berujung pada penderitaan yang bukan kita tuju, maka semua proses yang telah terjalani akan terkenang menyiksa walaupun proses itu menyenangkan apalagi bila menyengsarakan.

Jadi tentukanlah tujuan akhir kita, lalu istiqomahlah untuk terus menggapainya. Anggap semua masalah yang dihadapi sebagai harga pengorbanan untuk tercapainya apa yang kita harapkan.

Sungguh orang yang paling sengsara adalah orang yang ujungnya mendapatkan siksaan abadi dari-Nya, walaupun saat di dunia berlimpahkan  kesenangan apalagi bila diliputi kesengsaraan.

Sungguh orang yang paling bahagia adalah orang yang ujungnya mendapatkan kebahagiaan abadi dari-Nya, walaupun saat di dunia penuh penderitaan apalagi berlimpahan kebahagiaan.

(Gantira, 12 September 2015, Bogor)

Thursday 10 September 2015

Keteguhan dalam Menggapai Tujuan

Ketahuilah, bahwa setiap orang itu memiliki tujuan yang berbeda2.

Kita tidak bisa memaksakan tujuan kita pada hati orang lain, karena itu kenapa kita harus memaksakan diri untuk mengikuti tujuan orang lain yang berbeda dengan kita.

Seorang yang selalu bergantung pada pendapat dan penilaian orang lain, dia akan terombang-ambing oleh tujuan orang lain yang berbeda2. Sehingga kita akan jalan di tempat atau berjalan ke arah yang berbeda dengan tujuan kita.

Teruslah melangkah menggapai cita-cita kita, walau tidak ada seorang pun yang seirama dengan kita selama yang kita tuju itu tidak melanggar syariat-Nya.

Sungguh bila kita teguh dengan pendirian kita untuk menggapai apa yang kita cita-citakan, pada akhirnya akan bertemu dengan sekelompok orang yang memiliki tujuan yang sama tanpa kita mengemis meminta mereka datang.

Sungguh, sebaik-baik pelindung dan penolong hanyalah Allah, maka jadikanlah Ia sebagai
“Hasbunallah wani’mal-wakîl, ni’mal-mawlâ, wani’man-nashîr" ("Cukuplah Allah tempat berserah diri bagi kami,  sebaik-baik pelindung kami, dan sebaik-baik penolong kami").

Wednesday 9 September 2015

Doa, Usaha dan Ridha

Tidak semua yang kita butuhkan dan kita inginkan itu dapat kita lakukan, maka disinilah kita butuh doa.

Tidak semua penderitaan dan kesulitan dapat kita atasi, maka disinilah kita butuh doa.

Di sisi lain, kita diberi rizqi berupa ilmu dan pemahaman, maka disinilah kita harus berusaha dengan cara taat pada semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Di sisi lain, kita diberi rizqi berupa kekuatan dan kesehatan, maka disinilah kita harus berusaha dengan segenap kemampuan kita untuk menggapai apa yang kita inginkan dan kita harapkan.

Namun, tidak semua yang kita inginkan dan kita harapkan sesuai dengan kenyataan, maka disinilah kita perlu ridho pada semua takdir-Nya.

Namun tidak semua yang  kita dapatkan dan kita hasilkan  sesuai dengan perencanaan dan kerja keras kita, maka disinilah kita perlu berbaik sangka pada semua keputusan-Nya.

Sesungguhnya yang terbaik menurut kita belum tentu baik menurut-Nya dan yang terburuk menurut kita belum tentu buruk menurut-Nya.

Sesungguhnya, semua takdir dan keputusan-Nya pasti yang terbaik buat hamba2-Nya yang berusaha taat pada-Nya.


“Ya Allah, kami mohon kepada-Mu tanamkan rasa ridho dalam hati kami sesudah keputusan-Mu, kenikmatan memandang wajah-Mu dan kerinduan berjumpa dengan-Mu... aamiin..3x

(Gantira, 10 September 2015, Bogor)

Monday 7 September 2015

Kesabaran Tingkat Tinggi

Kita akan senang, bila seseorang yang kita bantu keadaannya menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Kita pun akan senang, bila seseorang yang kita tolong mengikuti semua saran kita untuk memperbaiki kesulitannya.

Namun kita akan kesal, kalau dia mengabaikan semua saran kita untuk memperbaiki dirinya.

Dan kita akan jauh lebih kesal lagi bila kita memperbaiki semua kerusakan yang disebabkan olehnya serta berusaha membantunya untuk memperbaiki keadaan dia agar situasi di masa depannya lebih baik; tapi dia malah membuat kerusakan lagi demi kesenangannya  serta mengharapkan kita memperbaiki semua kerusakannya tanpa mau dirinya memperbaiki diri.

Sungguh luar biasa kesabaran yang dimiliki para
nabi dan rasul serta para ulama yang mewarisinya. Mereka membantu memperbaiki kerusakan serta mengajak dan menolong umatnya untuk memperoleh surga dan terhindar dari ancaman api neraka. Tapi orang-orang yang ditolong malah membalasnya dengan mencela dan mendholimi para penyerunya.

Sungguh, perjuangan para nabi dan rasul serta para ulama yang mewarisinya membutuhkan kesabaran tingkat tinggi.


"Dealing with Negative People? Just Don't!"



PERNAH berjumpa atau harus berhubungan dengan orang negatif?

          Saya jamin siapa pun dan dimana pun Anda pasti pernah harus menghadapi masa-masa yang jauh dari menyenangkan ini. Saya pun tidak terkecuali. Belum lama ini, saya memutuskan untuk keluar dari sebuah grup WA yang beranggotakan para warga tempat saya tinggal. Niat awal bergabung untuk bisa menjalin silaturahmi dan berkomunikasi jadi sulit terlaksana karena ulah segelintir orang yang membuat apa pun jadi rumit, tegang, dan ... negatif. Dan, sebagaimana umumnya terjadi pada berbagai situasi lain, saat orang - orang negatif sudah menguasai panggung, tidak akan mudah bagi yang lain untuk angkat bicara dan melibatkan diri. Jika kita perhatikan dengan seksama, situasi ini terjadi di keluarga, lingkup pertemanan, organisasi, bahkan negara. Sunyinya suara banyak orang saat segelintir orang negatif merajalela bukan karena takut, melainkan rasa enggan untuk berdebat dan terlibat.

          Apa sebenarnya orang negatif? Penjelasannya bisa panjang lebar. Namun, bagi saya, mereka adalah orang-orang yang lebih mudah melihat kesalahan atau keburukan dari sebuah situasi, orang lain, atau bahkan diri mereka sendiri. Mereka teramat sulit mempercayai orang lain dan senantiasa mengkhawatirkan hal-hal terburuk yang bakal menimpa mereka. Mereka secara konsisten mengomentari segala situasi dari sudut pandang pesimis dan selalu mengasumsikan hal terburuk. Cara paling mudah untuk mengenali orang negatif adalah saat kita merasakan kelelahan luar biasa setiap kali usai berinteraksi dengan mereka. Dalam konteks ini, orang-orang negatif sering kali dijuluki vampir energi.

          The core of negativity: Blame & shame. Pada intinya, orang-orang negatif punya 2 senjata ampuh yang hampir selalu mereka gunakan dalam berbagai kesempatan: mempersalahkan dan mempermalukan. Kenapa problem ini terjadi? Ini sepenuhnya salah dia yang tidak memenuhi janji ini dan itu. Bagaimana menuntaskan masalah ini? Seharusnya masalah ini tidak terjadi jika dia melakukan tugasnya. Sungguh mengecewakan punya (silahkan lingkari yang paling sesuai: teman/anak buah/bos/istri/suami/rekan kerja) seperti kamu!

          Life sucks - for all negative people. Orang-orang negatif hampir selalu tidak merasakan kalau mereka negatif. Kenapa mereka menjadi orang negatif hampir selalu karena rangkaian peristiwa dalam kehidupan mereka. Pahami kalau kehidupan mereka jauh dari menyenangkan, cenderung kesepian, dan sangat mendambakan orang lain untuk turut merasakan apa yang mereka rasakan. Kenegatifan mereka bukan karena mereka negatif "dari sononya", melainkan mereka tidak (lagi) berhasil menarik energi positif dari sekitar mereka. Kabar buruknya, negativity ini bisa menular dengan cepat. Bagaimana tidak? Setelah lelah berhubungan dengan mereka, kita hampir pasti membicarakan mereka dengan segala kenegatifan mereka pada orang lain. Nah lho?!

          You always have many reasons to smile. Sebaliknya, orang positif adalah mereka yang mampu menyelaraskan kehidupan mereka dengan sumber energi dari dalam diri. Mereka menyebarkan rasa hangat, rasa aman, dan rasa bahagia ke sekeliling mereka. Berada di sekitar orang-orang macam ini selalu menyenangkan dan menggugah untuk berbuat sesuatu. Bisa jadi esensi menjadi orang positif adalah syukur dan sabar. Sesuatu yang sangat relevan dengan ajaran agama manapun.

          Stay positive. Spend time with happy people. Choose your battles. Apa yang bisa dilakukan jika harus berhadapan dengan orang negatif? Well, menghadapi mereka adalah pilihan. Tidak setiap diskusi harus diladeni. Tidak semua undangan harus dipenuhi. Dan, tidak semua WA grup harus dipertahankan ;) Mudahnya begini: terus sopan, terus tersenyum, dan jalan terus.

          Dalam kehidupan akan selalu ada orang-orang negatif. Kutipan dari Blake Mycoskie, pendiri TOM's ini paling tidak bisa memberikan ide tentang bagaimana harus berhadapan dengan mereka: "I Choose my friends very carefully. I never hang around with anybody I do not want to be with. - And that's a blessing. Always spend time people who are happy, who are growing, who love to learn and who don't mind to say sorry and thank you - and knows how to have a good time." ( Penulis: Rene Suhardono; Sumber: Kompas, sabtu, 5 September 2015 hal. 35; Ditulis ulang oleh: Uung Gantira)

Skala Prioritas

"Skala Prioritas"

Saat pertama kali serius memperdalam ajaran Islam. Semangat muncul dengan meluap-luap.

Tanpa ada yang bertanya, mulut ingin langsung mengatakan A sesat, B bid'ah, dan C menyimpang.

Tanpa ada peristiwa besar, jiwa inginnya bergelora meneriakkan perang, hancurkan kebatilan, dan enyahkan kemunafikan.

Setelah terus mencoba bersabar mendalami ajaran Islam. Pemahaman mulai sedikit demi sedikit meresap dalam dada.

Ternyata segala sesuatu itu ada skala prioritas, ada yang harus segera dilakukan dan ada juga yang perlu bersabar untuk menahan diri dari ketergesa-gesaan.

Bila ada dua pilihan antara melakukan suatu kebaikan tapi efek buruknya lebih besar dari manfaatnya atau menghindarinya maka pilihan bersabar untuk tidak melakukannya adalah lebih prioritas.

Bila ada pilihan melakukan sesuatu yang akan menimbulkan kerugian kecil atau mendiamkannya yang akan menimbulkan kerusakan besar maka pilihan  untuk tetap istiqomah melakukannya adalah lebih prioritas.

Sungguh, kita harus semakin memahami dan merealisasikan makna skala prioritas dalam mengamalkan sebuah ilmu di kehidupan yang makin komplek ini.

Sunday 6 September 2015

10. IHSAN

Menurut bahasa, Ihsan  artinya berbuat baik/ kebaikan. Sedangkan menurut istilah yaitu perbuatan baik yang dilakukan oleh seseorang dengan niat hati beribadah kepada Allah SWT.

Sedangkan dalam sebuah hadist, dijelaskan tentang ihsan, yaitu:

"Ihsan adalah bahwa engkau menyembah Allah seolah-olah kamu melihat-Nya, jika kamu tidak dapat melihatnya, maka sesungguhnya dia sedang melihat kamu."
(HR. Abu Hurairah)

Ihsan menurut pengertian yang disebutkan dalam hadis di atas ialah kita menyembah Allah s.w.t. seolah-olah kita melihat-Nya. Jika kita tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah s.w.t. -melihat kita.

Menyembah Allah berarti mengabdikan diri kepada-Nya dengan beribadat menurut cara yang paling baik pada zahirnya dan batinnya.

Ihsan merupakan inti iman, ruh dan kesempurnaan. Semua yang sudah kita bahas dari materi pertama sampai materi terakhir ini termasuk bagian ihsan.

Dalam surat ar-rahman ayat 60 difirmankan :

. هَلْ جَزَاءُ الْإِحْسَانِ إِلَّا الْإِحْسَانُ
Tidak ada balasan ihsan (kebaikan) kecuali ihsan (kebaikan) (pula).

Dalam tafsir ibnu katsir dijelaskan bahwa tidak ada balasan bagi orang yang berbuat kebaikan di dunia kecuali kebaikan di akhirat kelak (surga).

Jadi segala amal yang dilakukan secara ihsan, yaitu dilakukan semata2 karena Allah maka hal itu adalah kebaikan yang balasannya adalah surga.

Ihsan meliputi tiga aspek yang fundamental. Ketiga hal tersebut adalah

1. Ibadah

Kita berkewajiban ihsan dalam beribadah, yaitu dengan menunaikan semua jenis ibadah, seperti shalat, puasa, haji, dan sebagainya dengan cara yang benar, yaitu menyempurnakan syarat, rukun, sunnah, dan adab-adabnya.

Hal ini tidak akan mungkin dapat ditunaikan oleh seorang hamba, kecuali jika saat pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut ia dipenuhi dengan cita rasa yang sangat kuat (menikmatinya), juga    dengan kesadaran penuh bahwa Allah senantiasa memantaunya hingga ia merasa bahwa ia sedang dilihat dan diperhatikan oleh-Nya. Minimal seorang hamba merasakan bahwa Allah senantiasa memantaunya, karena dengan ini lah ia dapat menunaikan ibadah-ibadah tersebut dengan baik dan sempurna, sehingga hasil dari ibadah tersebut akan seperti yang diharapkan.


2.  muamalah

Dalam bab muamalah, ihsan dijelaskan Allah SWT pada surah an Nisaa’ ayat 36, yang berbunyi sebagai berikut : “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat maupun yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu…”

Dalam ayat di atas, disebutkan beberapa orang yang berhak mendapatkan ihsan, yaitu:

a. Orang tua

Dalam sebuah hadist riwayat Turmuzdi, dari Ibnu Amru bin Ash, Rasulullah saw. Bersabda :

رِضَى اللهُ فِى رِضَى اْلوَالِدَيْنِ وَ سُخْطُ اللهِ فِى سُخْطِ اْلوَاِلدَيْنِ

“Keridhaan Allah berada pada keridhaan orang tua, dan kemurkaan Allah berada pada kemurkaan orang tua.”

Dalil di atas menjelaskan bahwa ibadah kita kepada Allah tidak akan diterima, jika tidak disertai dengan berbuat baik kepada kedua orang tua. Apabila kita tidak memiliki kebaikan ini, maka bersamaan dengannya akan hilang ketakwaan, keimanan, dan keislaman.

Dan Akhlak kepada sesama manusia yang paling utama kepada kedua orang tua, berakhlak kepada mereka adalah dengan berbakti kepada keduanya.

b. Ihsan kepada kerabat karib

Ihsan kepada kerabat adalah dengan jalan membangun hubungan yang baik dengan mereka, bahkan Allah SWT menyamakan seseorang yang memutuskan hubungan silatuhrahmi dengan perusak dimuka bumi. Allah berfirman :

”Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan dimuka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan.?” (Muhammad: 22)
Silaturahmi adalah kunci untuk mendapatkan keridhaan Allah. Hal ini dikarenakan sebab paling utama terputusnya hubungan seorang hamba dengan Tuhannya adalah karena terputusnya hubungan silaturahmi.

C. Ihsan kepada anak yatim dan fakir miskin

Diriwayatkan oleh Bukhari, Abu Dawud, dan Turmuzdi, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Aku dan orang yang memelihara anak yatim di surga kelak akan seperti ini…(seraya menunjukkan jari telunjuk jari tengahnya).”

Diriwayatkan oleh Turmuzdi, Nabi saw. Bersabda :

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَبَضَ يَتِيمًا مِنْ بَيْنِ الْمُسْلِمِينَ إِلَى طَعَامِهِ وَشَرَابِهِ أَدْخَلَهُ اللَّهُ الْجَنَّةَ إِلَّا أَنْ يَعْمَلَ ذَنْبًا لَا يُغْفَرُ لَهُ

Dari Ibnu Abbas bahwasanya Nabi SAW bersabda : “Barangsiapa—dari Kaum Muslimin—yang memelihara anak yatim dengan memberi makan dan minumnya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga selamanya, selama ia tidak melakukan dosa yang tidak terampuni.”

d. Ihsan kepada tetangga

Ihsan terhadap tetangga ini sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw.:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يُسْلِمُ عَبْدٌ حَتَّى يَسْلَمَ قَلْبُهُ وَلِسَانُهُ وَلَا يُؤْمِنُ حَتَّى يَأْمَنَ جَارُهُ بَوَائِقَهُ

Dari Abdullah bin Mas’ud RA berkata, bersabda Rasulullah SAW : Demi Yang jiwaku berada di tangan-NYA tidaklah selamat seorang hamba sampai hati dan lisannya selamat (tidak berbuat dosa) dan tidaklah beriman (sempurna keimanannya) seorang hamba sehingga tetangganya merasa aman dari gangguannya. (HR.Ahmad)

Pada hadits yang lain, Rasulullah bersabda :

لاَ يُؤْمِنُ بِي مَنْ باَتَ شَبْعَانًا وَ جَارُهُ جَا ئِعٌ وَهُوَ يَعْرِفُهُ

“Tidak beriman kepadaku barangsiapa yang kenyang pada suatu malam, sedangkan tetangganya kelaparan, padahal ia megetahuinya.”(HR. ath-Thabrani)

e. Ihsan kepada ibnu sabil dan hamba sahaya

Rasulullah saw. bersabda mengenai hal ini :

َمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah memuliakan tamunya.” (HR. Jama’ah, kecuali Nasa’i)

Selain itu, ihsan terhadap ibnu sabil adalah dengan cara memenuhi kebutuhannya, menjaga hartanya, memelihara kehormatannya, menunjukinya jalan jika ia meminta, dan memberinya pelayanan.

جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَمْ أَعْفُو عَنْ الْخَادِمِ فَصَمَتَ عَنْهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَمْ أَعْفُو عَنْ الْخَادِمِ فَقَالَ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعِينَ مَرَّةً


Pada riwayat yang lain, dikatakan bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw. dan berkata, “Ya, Rasulullah, berapa kali saya harus memaafkan hamba sahayaku?” Rasulullah diam tidak menjawab. Orang itu berkata lagi, “Berapa kali ya, Rasulullah?” Rasul menjawab, “Maafkanlah ia tujuh puluh kali dalam sehari.” (HR. Abu Daud dan at-Turmuzdi)

إِذَا صَنَعَ لِأَحَدِكُمْ خَادِمُهُ طَعَامَهُ ثُمَّ جَاءَهُ بِهِ وَقَدْ وَلِيَ حَرَّهُ وَدُخَانَهُ فَلْيُقْعِدْهُ مَعَهُ فَلْيَأْكُلْ فَإِنْ كَانَ الطَّعَامُ مَشْفُوهًا قَلِيلًا فَلْيَضَعْ فِي يَدِهِ مِنْهُ أُكْلَةً أَوْ أُكْلَتَيْنِ


Dalam riwayat yang lain, Rasulullah saw bersabda, “Jika seorang hamba sahaya membuat makanan untuk salah seorang diantara kamu, kemudian ia datang membawa makanan itu dan telah merasakan panas dan asapnya, maka hendaklah kamu mempersilahkannya duduk dan makan bersamamu. Jika ia hanya makan sedikit, maka hendaklah kamu mememberinya satu atau dua suapan.” (HR. Bukhari, Turmuzdi, dan Abi Daud)


3. akhlak.

Ihsan dalam akhlak sesungguhnya merupakan buah dari ibadah dan muamalah. Seseorang akan mencapai tingkat ihsan dalam akhlaknya apabila ia telah melakukan ibadah seperti yang menjadi harapan Rasulullah dalam hadits yang telah dikemukakan di awal tulisan ini, yaitu menyembah Allah seakan-akan melihat-Nya, dan jika kita tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah senantiasa melihat kita. Jika hal ini telah dicapai oleh seorang hamba, maka sesungguhnya itulah puncak ihsan dalam ibadah. Pada akhirnya, ia akan berbuah menjadi akhlak atau perilaku, sehingga mereka yang sampai pada tahap ihsan dalam ibadahnya akan terlihat jelas dalam perilaku dan karakternya.

Berdasarkan ini semua, maka Rasulullah saw. mengatakan dalam sebuah hadits   :

اِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ اْلأَ خْلَاقِ

“Aku diutus hanyalah demi menyempurnakan akhlak yang mulia.”

9. DZIKIR

A. Pengertian dan makna dzikir

Dzikir adalah segala aktifitas dengan mengingat Allah dengan hati dan menyebut-Nya dengan lisan.

Perintah dzikir seperti yang disebutkan dalam firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 41-43:

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ ذِكۡرً۬ا كَثِيرً۬ا (٤١)  وَسَبِّحُوهُ بُكۡرَةً۬ وَأَصِيلاً (٤٢) هُوَ ٱلَّذِى يُصَلِّى عَلَيۡكُمۡ وَمَلَـٰٓٮِٕكَتُهُ ۥ لِيُخۡرِجَكُم مِّنَ ٱلظُّلُمَـٰتِ إِلَى ٱلنُّورِۚ وَڪَانَ بِٱلۡمُؤۡمِنِينَ رَحِيمً۬ا (٤٣)

"Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah [dengan menyebut nama] Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya [memohonkan ampunan untukmu], supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya. Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman."

Dzikir adalah pembersih dan pengasah hati serta obatnya jika hati itu sakit.

Al Hasan Al-Bashri berkata, "Carilah kemanisan dalam tiga perkara: Dalam shalat, dalam dzikir dan membaca Al-quran. Jika kalian tidak mendapatkannya, maka ketahuilah pintunya dalam keadaan tertutup."

Dengan dzikir, hamba bisa mengalahkan setan, sebagaimana setan yang dapat mengalahkan orang2 yang lalai dan lupa diri.

Dzikir merupakan ruh amal2. Jika amal terlepas dari dzikir, maka amal itu seperti badan yang tidak memiliKi ruh.


B. Macam - Macam Dzikir :

Terdapat 3 macam bentuk dalam berdzikir, yaitu:

1) Dzikir dengan hati, seperti

- mengingat-ngingat nikmatNya
- memikirkan penciptaanNya yang sempurna,
- menyadari akan kehadiranNya yang menyaksikan segala perbuatan kita,
- menyadari akan ilmuNya Yang Maha Mengetahui apa isi hati kita,
- menyadari akan PenglihatanNya yang Maha Melihat apa yang kita perbuat,
- menyadari akan PendengaranNya yang Maha Mendengar ucapan lisan kita,
- bertawakkal kepadaNya, dst. ini semua dzikir hati.

2) Dzikir dengan hati dan lisan, seperti

 - Menyebut nama-nama dan sifat-sifat Allah dan menggunakkannya untuk memuji dan menyanjungNya.
Seperti dengan ucapan “Subhanallah”, “Alhamdulilaah”, “Laa ilaaha illalllah” atau dzikir-dzikir yang semisal.

- Menyebut perbuatan Allah yang berkaitan dengan nama dan sifatNya.
Misalnya dengan mngatakan: “Sesungguhnya Allah Maha Mendengar seluruh suara makhlukNya dan Maha Melihat gerak-gerik mereka”

- Menyebut perintah dan laranganNya (berdakwah)
Misalnya dengan mengatakan: “Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan begini” atau mengatakan “Sesungguhnya Allah melarang begini”

- Menyebut karunia dan kebaikanNya
misalnya dengan mengatakan: “Segala puji bagi Allah, yang telah memberikanku nikmat hidup, nikmat sehat, nikmat Islam, nikmat Iman dan nikmat berada diatas sunnah nabiNya yang mulia

3) Dzikir dengan hati,Lisan dan Anggota Badan, Seperti: shalat dan ibadah haji.

C. Keutamaan dan Manfaat Dzikir

Ibnu Qayyim Al Jauziyah dalam kitabnya Al Wabilush Shoyyib, telah menyarikan bahwa ada 51 keutamaan dan manfaat dzikir, yaitu:

1) mengusir setan.

2) mendatangkan ridho Ar Rahman.

3) menghilangkan gelisah dan hati yang gundah gulana.

4) hati menjadi gembira dan lapang.

5) menguatkan hati dan badan.

6) menerangi hati dan wajah menjadi bersinar.

7) mendatangkan rizki.

8) orang yang berdzikir akan merasakan manisnya iman dan keceriaan.

9) mendatangkan cinta Ar Rahman yang merupakan ruh Islam.

10) mendekatkan diri pada Allah sehingga memasukkannya pada golongan orang yang berbuat ihsan yaitu beribadah kepada Allah seakan-akan melihatnya.

11) mendatangkan inabah, yaitu kembali pada Allah ‘azza wa jalla. Semakin seseorang kembali pada Allah dengan banyak berdzikir pada-Nya, maka hatinya pun akan kembali pada Allah dalam setiap keadaan.

12) seseorang akan semakin dekat  pada Allah sesuai dengan kadar dzikirnya pada Alalh ‘azza wa jalla. Semakin ia lalai dari dzikir, ia pun akan semakin jauh dari-Nya.

13) semakin bertambah ma’rifah (mengenal Allah). Semakin banyak dzikir, semakin bertambah ma’rifah seseorang pada Allah.

14) mendatangkan rasa takut pada Rabb ‘azza wa jalla dan semakin menundukkan diri pada-Nya. Sedangkan orang yang lalai dari dzikir, akan semakin terhalangi dari rasa takut pada Allah.

15) meraih apa yang Allah sebut dalam ayat,

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ

“Maka ingatlah pada-Ku, maka Aku akan mengingat kalian.” (QS. Al Baqarah: 152). Seandainya tidak ada keutamaan dzikir selain yang disebutkan dalam ayat ini, maka sudahlah cukup keutamaan yang disebut.

16) hati akan semakin hidup. Ibnul Qayyim pernah mendengar gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,

الذكر للقلب مثل الماء للسمك فكيف يكون حال السمك إذا فارق الماء ؟

“Dzikir pada hati semisal air yang dibutuhkan ikan. Lihatlah apa yang terjadi jika ikan tersebut lepas dari air?”

17) hati dan ruh semakin kuat. Jika seseorang melupakan dzikir maka kondisinya sebagaimana badan yang hilang kekuatan. Ibnul Qayyim rahimahullah menceritakan bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sesekali pernah shalat Shubuh dan beliau duduk berdzikir pada Allah Ta’ala sampai beranjak siang. Setelah itu beliau berpaling padaku dan berkata, ‘Ini adalah kebiasaanku di pagi hari. Jika aku tidak berdzikir seperti ini, hilanglah kekuatanku’ –atau perkataan beliau yang semisal ini-.

18) dzikir menjadikan hati semakin kilap yang sebelumnya berkarat. Karatnya hati adalah disebabkan karena lalai dari dzikir pada Allah. Sedangkan kilapnya hati adalah dzikir, taubat dan istighfar.

19) menghapus dosa karena dzikir adalah kebaikan terbesar dan kebaikan akan menghapus kejelekan.

20) menghilangkan kerisauan. Kerisauan ini dapat dihilangkan dengan dzikir pada Allah.

21) ketika seorang hamba rajin mengingat Allah, maka Allah akan mengingat dirinya di saat ia butuh.

22) jika seseorang mengenal Allah dalam  keadaan lapang, Allah akan mengenalnya dalam keadaan sempit.

23) menyelematkan seseorang dari adzab neraka.

24) dzikir menyebabkan turunnya sakinah (ketenangan), naungan rahmat, dan dikelilingi oleh malaikat.

25) dzikir menyebabkan lisan semakin sibuk sehingga terhindar dari ghibah (menggunjing), namimah (adu domba), dusta, perbuatan keji dan batil.

26) majelis dzikir adalah majelis para malaikat dan majelis orang yang lalai dari dzikir adalah majelis setan.

27) orang yang berzikir begitu bahagia, begitu pula ia akan membahagiakan orang-orang di sekitarnya.

28) akan memberikan rasa aman bagi seorang hamba dari kerugian di hari kiamat.

29) karena tangisan orang yang berdzikir, maka Allah akan memberikan naungan ‘Arsy padanya di hari kiamat yang amat panas.

30) sibuknya seseorang pada dzikir adalah sebab Allah memberi untuknya lebih dari yang diberikan pada peminta-minta.

31) dzikir adalah ibadah yang paling ringan, namun ibadah tersebut amat mulia.

32) dzikir adalah tanaman surga.

33) pemberian dan keutamaan yang diberikan pada orang yang berdzikir, tidak diberikan pada amalan lainnya.

34) senantiasa berdzikir pada Allah menyebabkan seseorang tidak mungkin melupakan-Nya. Orang yang melupakan Allah adalah sebab sengsara dirinya dalam kehidupannya dan di hari ia dikembalikan. Seseorang yang melupakan Allah menyebabkan ia melupakan dirinya dan maslahat untuk dirinya. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka Itulah orang-orang yang fasik.” (QS. Al Hasyr: 19)

35) dzikir adalah cahaya bagi pemiliknya di dunia, kubur, dan hari berbangkit.

36) dzikir adalah ro’sul umuur (inti segala perkara). Siapa yang dibukakan baginya kemudahan dzikir, maka ia akan memperoleh berbagai kebaikan. Siapa yang luput dari pintu ini, maka luputlah ia dari berbagai kebaikan.

37) dzikir akan memperingatkan hati yang tertidur lelap. Hati bisa jadi sadar dengan dzikir.

38) orang yang berdzikir akan semakin dekat dengan Allah dan bersama dengan-Nya. Kebersamaan di sini adalah dengan kebersamaan yang khusus, bukan hanya sekedar Allah itu bersama dalam arti mengetahui atau meliputi. Namun kebersamaan ini menjadikan lebih dekat, mendapatkan perwalian, cinta, pertolongan dan taufik Allah. Sebagaimana AllahTa’ala berfirman,

إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ

“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. An Nahl: 128)

وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ

“Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al Baqarah: 249)

وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

“Dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al ‘Ankabut: 69)

لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا

“Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita.” (QS. At Taubah: 40)

39) dzikir itu dapat menyamai seseorang yang memerdekakan budak, menafkahkan harta, dan menunggang kuda di jalan Allah, serta juga dapat menyamai seseorang yang berperang dengan pedang di jalan Allah.

Sebagaimana terdapat dalam hadits,

مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ ، لَهُ الْمُلْكُ ، وَلَهُ الْحَمْدُ ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ . فِى يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ ، كَانَتْ لَهُ عَدْلَ عَشْرِ رِقَابٍ

“Barangsiapa yang mengucapkan ‘Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku, wa lahul hamdu, wa huwa ‘ala kulli syain qodiir dalam sehari sebanyak 100 kali, maka itu seperti memerdekakan 10 budak.“[1]

40) dzikir adalah inti dari bersyukur. Tidaklah bersyukur pada Allah Ta’ala orang yang enggan berdzikir. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada Mu’adz,

« يَا مُعَاذُ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ وَاللَّهِ إِنِّى لأُحِبُّكَ ». فَقَالَ « أُوصِيكَ يَا مُعَاذُ لاَ تَدَعَنَّ فِى دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ تَقُولُ اللَّهُمَّ أَعِنِّى عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ »

“Wahai Mu’adz, demi Allah, sungguh aku mencintaimu. Demi Allah, aku mencintaimu.” Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku menasehatkan kepadamu –wahai Mu’adz-, janganlah engkau tinggalkan di setiap akhir shalat bacaan ‘Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatik’ (Ya Allah tolonglah aku untuk berdzikir dan bersyukur serta beribadah yang baik pada-Mu).“[2] Dalam hadits ini digabungkan antara dzikir dan syukur. Begitu pula Allah Ta’alamenggabungkan antara keduanya dalam firman Allah Ta’ala,

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ

“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (QS. Al Baqarah: 152). Hal ini menunjukkan bahwa penggabungan dzikir dan syukur merupakan jalan untuk meraih bahagia dan keberuntungan.

41) makhluk yang paling mulia adalah yang bertakwa yang lisannya selalu basah dengan dzikir pada Allah. Orang seperti inilah yang menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah. Ia pun menjadikan dzikir sebagai syi’arnya.

42) hati itu ada yang keras dan meleburnya dengan berdzikir pada Allah. Oleh karena itu, siapa yang ingin hatinya yang keras itu sembuh, maka berdzikirlah pada Allah.

Ada yang berkata kepada Al Hasan, “Wahai Abu Sa’id, aku mengadukan padamu akan kerasnya hatiku.” Al Hasan berkata, “Lembutkanlah dengan dzikir pada Allah.”

Karena hati  ketika semakin lalai, maka semakin keras hati tersebut. Jika seseorang berdzikir pada Allah, lelehlah kekerasan hati tersebut sebagaimana timah itu meleleh dengan api. Maka kerasnya hati akan meleleh semisal itu, yaitu dengan dzikir pada Allah ‘azza wa jalla.

43) dzikir adalah obat hati sedangkan lalai dari dzikir adalah penyakit hati. Obat hati yang sakit adalah dengan berdzikir pada Allah.

Mak-huul, seorang tabi’in, berkata, “Dzikir kepada Allah adalah obat (bagi hati). Sedangkan sibuk membicarakan (‘aib) manusia, itu adalah penyakit.”

44) tidak ada sesuatu yang membuat seseorang mudah meraih nikmat Allah dan selamat dari murka-Nya selain dzikir pada Allah. Jadi dzikir adalah sebab datangnya dan tertolaknya murka Allah. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim: 7). Dzikir adalah inti syukur sebagaimana telah disinggung sebelumnya. Sedangkan syukur akan mendatangkan nikmat dan semakin bersyukur akan membuat nikmat semakin bertambah.

45) dzikir menyebabkan datangnya shalawat Allah dan malaikatnya bagi orang yang berdzikir. Dan siapa saja yang mendapat shalawat (pujian) Allah dan malaikat, sungguh ia telah mendapatkan keuntungan yang besar. Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا (41) وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا (42) هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا (43)

“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Al Ahzab: 41-43)

46) dzikir kepada Allah adalah pertolongan besar agar seseorang mudah melakukan ketaatan. Karena Allah-lah yang menjadikan hamba mencintai amalan taat tersebut, Dia-lah yang memudahkannya dan menjadikan terasa nikmat melakukannya. Begitu pula Allah yang menjadikan amalan tersebut sebagai penyejuk mata, terasa nikmat dan ada rasa gembira. Orang yang rajin berdzikir tidak akan mendapati kesulitan dan rasa berat ketika melakukan amalan taat tersebut, berbeda halnya dengan orang yang lalai dari dzikir. Demikianlah banyak bukti yang menjadi saksi akan hal ini.

47) dzikir pada Allah akan menjadikan kesulitan itu menjadi mudah, suatu yang terasa jadi beban berat akan menjadi ringan, kesulitan pun akan mendapatkan jalan keluar. Dzikir pada Allah benar-benar mendatangkan kelapangan setelah sebelumnya tertimpa kesulitan.

48) dzikir pada Allah akan menghilangkan rasa takut yang ada pada jiwa dan ketenangan akan selalu diraih. Sedangkan orang yang lalai dari dzikir akan selalu merasa takut dan tidak pernah merasakan rasa aman.

49) dzikir akan memberikan seseorang kekuatan sampai-sampai ia bisa melakukan hal yang menakjubkan. Itulah karena disertai dengan dzikir. Contohnya adalah Ibnu Taimiyah yang sangat menakjubkan dalam perkataan, tulisannya, dan kekuatannya. Tulisan Ibnu Taimiyah yang ia susun sehari sama halnya dengan seseorang yang menulis dengan menyalin tulisan selama seminggu atau lebih. Begitu pula di medan peperangan, beliau terkenal sangat kuat. Inilah suatu hal yang menakjubkan dari orang yang rajin berdzikir.

50) orang yang senantiasa berdzikir ketika berada di jalan, di rumah, di lahan yang hijau, ketika safar, atau di berbagai tempat, itu akan membuatnya mendapatkan banyak saksi di hari kiamat. Karena tempat-tempat tadi, gunung dan tanah, akan menjadi saksi bagi seseorang di hari kiamat. Kita dapat melihat hal ini pada firman Allah Ta’ala,

إِذَا زُلْزِلَتِ الْأَرْضُ زِلْزَالَهَا (1) وَأَخْرَجَتِ الْأَرْضُ أَثْقَالَهَا (2) وَقَالَ الْإِنْسَانُ مَا لَهَا (3) يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا (4) بِأَنَّ رَبَّكَ أَوْحَى لَهَا (5)

“Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia bertanya: “Mengapa bumi (menjadi begini)?”, pada hari itu bumi menceritakan beritanya, karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) kepadanya.” (QS. Az Zalzalah: 1-5)

51) jika seseorang menyibukkan diri dengan dzikir, maka ia akan terlalaikan dari perkataan yang batil seperti ghibah (menggunjing), namimah (mengadu domba), perkataan sia-sia, memuji-muji manusia, dan mencela manusia. Karena lisan sama sekali tidak bisa diam. Lisan boleh jadi adalah lisan yang rajin berdzikir dan boleh jadi adalah lisan yang lalai. Kondisi lisan adalah salah satu di antara dua kondisi tadi. Ingatlah bahwa jiwa jika tidak tersibukkan dengan kebenaran, maka pasti akan tersibukkan dengan hal yang sia-sia.

Penutup

Dalam penutup materi ini, saya akan menyampaikan 2 buah hadist.

Di dalam Al-Musnad disebutkan secara marfu', dari hadits Abud-
Darda' Radhiyallahu Anhu,

"Ketahuilah, akan kuberitahukan kepada kalian tentang amal-amal
kalian yang paling baik, paling suci di sisi Raja kalian, paling tinggi
dalam derajat kalian, lebih baik bagi kalian daripada penganugerahan
emas dan perak, lebih baik jika kalian berhadapan dengan musuh, lalu
kalian memenggal leher mereka atau mereka yang memenggal leher
kalian". Mereka bertanya, "Apa itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab,
"Dzikir kepada Allah Azza wa jalla."

Rasulullah bersabda:

“Tidaklah segolongan orang mengingat Allah, melainkan malaikat menghormati mereka, rahmat menyelubungi mereka, ketenangan turun kepada mereka dan Allah mengingat mereka bersama orang-orang yang ada di sisi-Nya.” (Diriwayatkan Muslim dan At-Tirmidzy)

Semoga kita diberi anugrah oleh-Nya dimasukkan dalam golongan orang2 yang senantiasa berdzikir kepada-Nya, aamiin..3x

8. AKHLAK

Allah berfirman kepada Nabi-Nya, Dalam surat al-qalam ayat 4:



وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ

"Dan sesungguhnya kamu benar-benar berakhlak yang agung"

Dari ayat di atas dijelaskan bahwa suri tauladan terbaik dalam berakhlak bagi umat manusia itu adalah Rasulullah.

Seperti apakah akhlak Rasulullah?

Di dalam Ash-Shahihain, bahwa Hisyam bin Hakim pernah  bertanya kepada Aisyah tentang akhlak Rasulullah saw. Maka Aisyah menjawab, "Akhlak beliau adalah Al-qur'an".

Bagaimanakah akhlak mulia Rasulullah yang berdasarkan al-qur'an?

Allah telah menghimpun akhlak2 yang mulia pada diri beliau seperti yang difirmankan-Nya dalam surat al-A'raf ayat 199:


خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ

"Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh."

Berdasarkan tafsir Ath-Thabari bahwa salah satu penjelasan dari tafsir

1)  "Jadilah engkau pemaaf" adalah jadilah engkau sebagai seorang pemaaf terhadap perbuatan manusia, tanpa perlu merasakannya atau mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah engkau bersikap keras terhadap mereka.

2) "Suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf" adalah Allah memerintahkan Nabi Muhammad saw agar memerintahkan hamba2-Nya melaksanakan yang ma'ruf (perbuatan baik) secara keseluruhan, bukan sebagian2 yaitu berupa memaafkan orang yang berbuat zhalim kepadamu, memberikan sesuatu kepada orang yang tidak memberi kepadamu, dan menyambungkan tali silaturahim kepada orang2 yang memutuskannya darimu.

3) "Berpaling daripada orang2 bodoh" adalah ini merupakan pelajaran bagi umat manusia agar menahan diri terhadap orang2 yang berbuat zhalim kepada mereka dan orang2 yang melampaui batas. Akan tetapi, tidak boleh membiarkan orang2 yang wajib melaksanakan hak Allah, juga tidak boleh memaafkan orang yang kafir kepada Allah dan tidak mengetahui keesaan-Nya.

Dalam buku "Madarijus Salikin (Pendakian Menuju Allah)" karangan Ibnu Qayyim Al Jauziyah, menyatakan bahwa akhlak yang baik di dasar kan kepada empat sendi, yaitu:

1) Sabar, yang mendorongnya menguasai diri, menahan amarah, tidak mengganggu orang lain, lemah lembut, tidak gegabah dan tidak tergesa2.

2) Kehormatan diri, yang membuatnya menjauhi hal2 yang hina dan buruk, baik berupa perkataan maupun perbuatan, membuatnya memiliki rasa malu, yang merupakan pangkal segala kebaikan, mencegahnya dari kekejian, bakhil, dusta, ghibah dan mengadu domba.

3) Keberanian, yang mendorongnya pada kebesaran jiwa, sifat2 yang tinggi, rela berkorban dan memberikan sesuatu yang paling dicintai.

4) Adil, yang membuatnya berada di jalan tengah, tidak meremehkan dan tidak berlebih2an.

Sedangkan empat sumber akhlak yang rendah ialah:

1) Kebodohan, yang menampakkan kebaikan dalam rupa keburukan, menampakkan keburukan dalam rupa kebaikan, menampakkan kekurangan dalam rupa kesempurnaan dan menampakkan kesempurnaan dalam rupa kekurangan.

2) Kezhaliman, yang membuatnya meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya, memarahi perkara yang mestinya diridhai, meridhoi sesuatu yang mestinya dimarahi dan lain sebagainya dari tindakan2 yang tidak proporsional.

3) Syahwat, yang mendorongnya menghendaki sesuatu, kikir, baliho, tidak menjaga kehormatan, rakus dan hina.

4) Marah, yang mendorongnya bersikap takabur, dengki dan iri, mengadakan permusuhan dan menganggap orang lain bodoh.

Setiap akhlak yang terpuji melahirkan sebagian sifatnya yang lain, sebagaimana akhlak yang tercela melahirkan sebagian yang lain.

Akhlak yang baik ada di antara dua akhlak yang tercela, seperti keperawanan yang ada di antara bangil dan boros; tawadhu yang ada di antara kehinaan dan takabur. Selagi jiwa menyimpang dari pertengahan ini, tentu ia akan cenderung kepada salah satu satu di antara dua sisinya yang tercela.

Penutup

Akhlak yang baik sangat bermanfaat bagi orang yang mengadakan perjalanan dan dapat mengantarkan ke tujuan dengan segera.

Semoga kita semua dianugerahi akhlak yang mulia sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw, aamiin..3x

7. ILMU

Bila kita search di google terkait ilmu, maka akan kita dapatkan banyak pengertian dan definisi yang berbeda2. Dimana masing2 merasa paling benar dalam mendefinisikan dan memaknai ilmu tersebut. Oleh karena itu, kita tinggal memilih mau dari sumber mana yang akan kita ambil sebagai patokan akan pembahasan tentang "ilmu" tersebut.

Pada diskusi di malam ini, saya akan mengambil patokan dalam mendefinisikan "ilmu" ini dari dua  sumber kitab, yaitu:
1. Madarijus Salikin (Pendakian Menuju Allah)
2. Fawaid Al-Fawaid (Meraih Faedah Ilmu)

Dimana dua kitab di atas merupakan buah hasil karya dari Ibnu Qayyim Al-Jauziyah.

A. Keutamaan Ilmu dan Iman

Sesuatu yang paling utama yang diperoleh jiwa, yang dihasilkan oleh hati dan dengannya seorang hamba mencapai ketinggian derajat di dunia dan akhirat adalah ilmu dan Iman. Sebagaimana dalam firman-Nya:

 يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ اَمَنُوْا مِنْكُمْ وَ الَّذِيْنَ اُوْتُوْا الْعِلْمَ دَرَجَتٍ وَ اللهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ ـ المجادلة


...niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu, dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. al-Mujadilah: 11)

Ayat di atas menjelaskan bahwa hanya orang2 yang berilmu dan berimanlah yang berhak mendapatkan kedudukan2 yang tinggi.

B. Antara Ilmu dan Kalam

Masing2 kelompok meyakini bahwa ilmu ada bersama mereka dan mereka bergembira karenanya.

Sebagaimana qs Al-Mu'minun ayat 53:


(53). فَتَقَطَّعُوا أَمْرَهُمْ بَيْنَهُمْ زُبُرًا ۖكُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ

"Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing)."

Padahal kebanyakan apa yang ada bersama mereka adalah kalam, pendapat2 dan kedustaan.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Hammad bin Zaidi, "Aku pernah bertanya kepada Ayyub, 'Ilmu pada hari ini lebih banyak ataukah pada zaman dahulu?" Maka dua menjawab," Kalam pada hari ini lebih banyak, sedangkan ilmu lebih banyak pada zaman dahulu".

Orang yang mendalam ilmunya (Ayyub) membedakan antara ilmu dan Kalam. Ilmu adalah apa yang datang dari Rasulullah yang bersumber dari Allah subhanahu wa Ta'ala, sebagaimana surat Al- baqarah ayat 120:

{وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَى وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلا نَصِيرٍ
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)." Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu."

Dan juga dalam surat an-bisa ayat 166

لَكِنِ اللَّهُ يَشْهَدُ بِمَا أَنْزَلَ إِلَيْكَ أَنْزَلَهُ بِعِلْمِهِ وَالْمَلائِكَةُ يَشْهَدُونَ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا

"Tetapi Allah menjadi saksi atas (Al Quran) yang diturunkan-Nya kepadamu (Muhammad). Dia menurunkannya dengan ilmu-Nya; dan para malaikat pun menyaksikan. Cukuplah Allah yang menjadi saksi."

Dan ketika masa sudah jauh dengan ilmu yang seperti ini, maka banyak manusia yang perkaranya sampai pada menjadikan ide2 pemikiran, lintasan2 hati dan akal sebagai ilmu.  Sehingga terjadi pertentangan antara satu 'Ilmu' ( yang dianggap ilmu) dengan ' Ilmu' lainnya. Padahal ilmu di sisi Allah tidak ada pertentangan sedikitpun, sebagaimana yang terdapat dalam surat an - bisa ayat 82:


أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا

"Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya."

C. Makna dan Hakikat Ilmu

Ilmu adalah yang menjadi landasan bukti petunjuk, dan yang bermanfaat dari ilmu adalah yang dibawa Rasulullah. Ilmu lebih baik dari keadaan.

Ilmu merupakan penentu hukum dan keadaan yang diberi ketentuan hukum. Ilmu merupakan petunjuk dan keadaan yang mengikutinya.

Ilmu adalah yang memerintah dan melarang, sedangkan keadaan yang menerima perintah dan larangan.

Keadaan merupakan pedang, yang jika tidak diikuti ilmu akan menjadi pembabatan di tangan orang yang suka main2.

Keadaan merupakan kendaraan yang tidak bisa berjalan sendiri. Jika tidak disertai ilmu, maka ia berjalan menuju tempat yang merusak.

Keadaan seperti harta, yang bisa berada di tangan orang baik dan orang jahat. Jika tidak disertai cahaya ilmu, maka ia akan menjadi bencana bagi pelakunya.

Wilayah ilmu mencakup dunia dan akhirat, sedangkan wilayah keadaan tidak keluar dari pemiliknya atau bahkan lebih sempit lagi.

Ilmu merupakan penentu yang membedakan antara keraguan dan yakin, penyimpangan dan kelurusan, petunjuk dan kesesatan. Allah dapat diketahui dengan ilmu, lalu Dia disembah, diesakan, dipuji dan diagungkan. Dengan ilmu, orang2 yang berjalan bisa sampai kepada Allah.

Dengan ilmu bisa diketahui berbagai macam syariat dan hukum, bisa dibedakan antara yang halal dan yang haram.

Ilmu merupakan pemimpin dan amal merupakan makmum. Ilmu merupakan pemimpin dan amal merupakan pengikut.

Mengingat ingat ilmu merupakan tasbih, mencarinya merupakan jihad dan taqarrub, mengajarkannya merupakan shadaqah, mempelajarinya sama dengan berpuasa dan mendirikan shalat malam. Kebutuhan terhadap ilmu lebih besar daripada kebutuhan terhadap makan dan minum.


Penutup

Pada penutup diskusi ini, saya tuliskan  Q.S Al An’am: 116

“Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang di bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Yang mereka ikuti hanya persangkaan belaka dan mereka hanyalah membuat kebohongan.”

Serta surat ar-Ra’d [13]:19-22 :


19. Maka apakah orang yang mengetahui bahwa apa yang diturunkan Tuhan kepadamu adalah kebenaran, sama dengan orang yang buta? Hanya Ulul Albab saja yang dapat mengambil pelajaran,
20. (yaitu) orang yang memenuhi janji Allah dan tidak melanggar perjanjian,

21. dan orang – orang yang menghubungkan apa yang diperintahkan Allah agar dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk.

22. Dan orang yang sabar karena mengharapkan keridhaan Tuhannya, melaksanakan shalat, dan menginfakkan sebagian rezki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang – terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; Orang itulah (Ulil Albab) yang mendapat tempat kesudahan (yang baik),"

Semoga kita dianugerahi dalam golongan ulil albab yang memahami dan mengamalkan ayat2-Nya, aamiin..3x

6. TAWADHU

A. Arti , Makna dan Hakikat Tawadhu

Tawadhu’ adalah lawan kata dari takabbur (sombong).

Tawadhu’ merupakan sikap pertengahan antara sombong dan melecehkan diri. Sombong berarti mengangkat diri terlalu tinggi hingga lebih dari yang semestinya. Sedangkan melecehkan yang dimaksud adalah menempatkan diri terlalu rendah sehingga sampai pada pelecehan hak

Seseorang belum dikatakan tawadhu’ kecuali jika telah melenyapkan kesombongan yang ada dalam dirinya. Semakin kecil sifat  kesombongan dalam diri seseorang, semakin sempurnalah ketawadhu’annya dan begitu juga sebaliknya.

Barangsiapa yang tawadhu niscaya Allah akan mengangkat kedudukannya di mata manusia di dunia dan di akhirat dalam surga. Karenanya tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan sekecil apapun, karena negeri akhirat beserta semua kenikmatannya hanya Allah peruntukkan bagi orang yang tidak tinggi hati dan orang yang tawadhu’ kepada-Nya.


Tawadhu’ adalah sikap rendah hati, namun tidak sampai merendahkan kehormatan diri dan tidak pula memberi peluang orang lain untuk melecehkan kemuliaan diri.

Tawadhu secara bahasa bermakna dengan “merendahkan hati “.

Tawadhu, hakikatnya hanya ditujukan kepada Allah saja yaitu dengan meyakini dengan kesadaran yang penuh bahwa sebagai makhluk kita ini lemah dan tidak berdaya dibanding dengan kekuasaan Allah SWT. Termasuk di dalam sifat tawadhu ini adalah kerelaan hati untuk menerima kebenaran apapun bentuk dari kebenaran itu tanpa memandang dari mana kebenaran itu berasal..

 “Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia.” ( HR : Imam Muslim )


Selanjutnya, perlu difahami bahwa walau hakikat tawadhu itu hanya ditujukan kepada Allah saja ; sebagai bukti ketundukan dan ketertundukan seorang hamba terahadap Tuhannya, sifat tawadhu harus bisa dibuktikan dalam praktek keseharian ketika bermuamalah dengan sesama manusia.

“ Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung ( QS : 017 : Al – Israa’ : Ayat : 037 )

Sadarilah bahwa sesungguhnya diri kita ini hina karena yang mulia hanyalah Allah. Sebagai makhluk, manusia berasal dari setetes air mani.

Sadarilah bahwa sesungguhnya diri kita ini faqir karena yang kaya hanyalah Allah. Sedangkan hakikat kekayaan itu adalah kebutuhan. Orang miskin itu mempunyai kebutuhan yang lebih banyak sebanyak yang tidak dia miliki, sehingga semakin kaya seseorang itu ketika yang dia butuhkan semakin sedikit. Sedangkan Allah sedikitpun tidak membutuhkan apapun. Allah Maha Kaya Raya. Seluruh kekayaan hanyalah milk Allah. Kitalah yang selalu membutuhkan Allah

Sadarilah bahwa sesungguhnya diri kita ini bodoh karena yang Maha Mengetahui itu hanyalah Allah. Sedikit ilmu yang ada pada kita hanya sekedar titipan dari Allah yang dapat diambil kapan saja.

Sadarilah bahwa sesungguhnya diri kita ini lemah karena yang Maha Kuat itu hanyalah Allah. Tidak ada seorangpun atau satu kaum pun di dunia ini cukup kuat untuk mampu bertahan selamanya tanpa dimakan waktu dan usia. Betapa banyak legenda tentang kejayaan para raja masa lalu yang berkuasa begitu hebatnya, tetapi sekarang hanya tinggal kenangan dan catatan sejarah saja. Hanya kekuasaan Allah yang abadi.


B.  Pendapat Sahabat dan Ulama Shaleh Terdahulu

1)  Abu Bakr Ash Shiddiq berkata, “Kami dapati kemuliaan itu datang dari sifat takwa, qona’ah (merasa cukup) muncul karena yakin (pada apa yang ada di sisi Allah), kedudukan mulia didapati dari sifat tawadhu’.”

2) Al Hasan Al Bashri berkata, “Tahukah kalian apa itu tawadhu’? Tawadhu’ adalah engkau keluar dari kediamanmu lantas engkau bertemu seorang muslim. Kemudian engkau merasa bahwa ia lebih mulia darimu.”

3)  Imam Asy Syafi’i berkata, “Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah menampakkan kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah menampakkan kemuliannya.” (Syu’abul Iman, Al Baihaqi, 6: 304)

4) Basyr bin Al Harits berkata, “Aku tidaklah pernah melihat orang kaya yang duduk di tengah-tengah orang fakir.” Yang bisa melakukan demikian tentu yang memiliki sifat tawadhu’.

5) Abdullah bin Al Mubarrok berkata, “Puncak dari tawadhu’ adalah engkau meletakkan dirimu di bawah orang yang lebih rendah darimu dalam nikmat Allah, sampai-sampai engkau memberitahukannya bahwa engkau tidaklah semulia dirinya.” (Syu’abul Iman, Al Baihaqi, 6: 298)

6) ‘Urwah bin Al Warid berkata, “Tawadhu’ adalah salah satu jalan menuju kemuliaan. Setiap nikmat pasti ada yang merasa iri kecuali pada sifat tawadhu’.”


7) Ziyad An Numari berkata, “Orang yang zuhud namun tidak memiliki sifat tawadhu adalah seperti  yang tidak berbuah.”


8) Dan Ibnu Hibban rahimahullah berkata, “Bagaimana tidak harus tawadhu, sedangkan dia tercipta dari nutfah yang memancar dan akhirnya kembali menjadi bangkai yang busuk, sementara semasa hidupnya ia senantiasa membawa kotoran.” (kitab Raudhatun ‘Uqalaa’ wa Nuzhatul Fudhalaa’ hal 61 )

9) Hajar berkata, “Tawadhu’ adalah menampakkan diri lebih rendah pada orang yang ingin mengagungkannya. Ada pula yang mengatakan bahwa tawadhu’ adalah memuliakan orang yang lebih mulia darinya.” (Fathul Bari, 11: 341)

10) Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan “Salah satu tanda kebahagiaan dan kesuksesan adalah tatkala seorang hamba semakin bertambah ilmunya maka semakin bertambah pula sikap tawadhu’ dan kasih sayangnya.... Dan tanda kebinasaan yaitu tatkala semakin bertambah ilmunya maka bertambahlah kesombongan dan kecongkakannya..."

11) “Tanamlah wujudmu di dalam bumi ketidakterkenalan,
karena pohon yang tidak tertanam itu tidak akan sempurna buahnya”
(Imam Ibnu Athaillah / Al-Hikam : 11)

12) Dalam kitab tahzib al-akhlak, Ibnu Maskawaih berkata,”Orang yang pandai dan terhormat seharusnya terhindar dari sifat takabur dan bangga terhadap diri sendiri."

13) Ahmad Al Anthaki berkata: “Tawadhu’ yang paling bermanfaat adalah yang dapat mengikis kesombongan dari dirimu dan yang dapat memadamkan api (menahan) amarahmu”.


C. Keutamaan Tawadhu

1) Mendapatkan kemuliaan di dunia dan akhirat.

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ

“Sedekah tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada seorang hamba sifat pemaaf melainkan akan semakin memuliakan dirinya. Dan juga tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ (rendah diri) karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya.” (HR. Muslim no. 2588).


2) Sebab adil, disayangi, dicintai di tengah-tengah manusia.

Orang tentu saja akan semakin menyayangi orang yang rendah hati dan tidak menyombongkan diri. Itulah yang terdapat pada sisi Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

وَإِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَىَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلاَ يَبْغِى أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ

“Dan sesungguhnya Allah mewahyukan padaku untuk memiliki sifat tawadhu’. Janganlah seseorang menyombongkan diri (berbangga diri) dan melampaui batas  pada yang lain.” (HR. Muslim no. 2865)

Kata Penutup

Untuk kata penutup materi ini, di akhiri dengan doa:

"Ya Allah, muliakanlah kami dengan sifat tawadhu’ dan jauhkanlah kami dari sifat sombong.

اللّهُمَّ اهْدِنِى لأَحْسَنِ الأَخْلاَقِ لاَ يَهْدِى لأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ

“Allahummah-diinii li-ahsanil akhlaaqi, laa yahdi li-ahsaniha illa anta (Ya Allah, tunjukilah padaku akhlaq yang baik. Tidak ada yang dapat menunjuki pada baiknya akhlaq tersebut kecuali Engkau)” (HR. Muslim no. 771).

5. RIDHA

A. ARTI, MAKNA DAN HAKIKAT RIDHA

Rida menurut syariah adalah menerima dengan senang hati atas segala yang diberikan Allah swt, baik berupa hukum (peraturan-peraturan) maupun ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan-Nya. Sikap rida harus ditunjukkan, baik ketika menerima nikmat maupun tatkala ditimpa musibah.

Kebanyakan manusia merasa sukar atau gelisah ketika menerima keadaan yang menimpa dirinya, seperti kemiskinan, kerugian, kehilangan barang, pangkat, kedudukan, kematian anggota keluarganya, dan lain-lain, kecuali orang yang mempunyai sifat rida terhadap takdir.

Ridha terhadap takdir  adalah ridha atau tulus hati menerima apa yang telah ditetapkan dan ditakdirkan oleh Allah terhadap kita. Rida terhadap takdir bukan berarti menyerah atau pasrah tanpa usaha lebih dulu untuk mencari jalan keluarnya.

Tetapi kita tidak boleh juga ridho terhadap ke kufuran dan maksiat karena ridho yang seperti itu juga maksiat.

Setiap takdir yang dibenci hamba dan tidak sesuai dengan kehendaknya, tidak lepas dari dua perkara, yaitu:
1) Itu merupakan hukuman atas dosanya, namun hal ini diibaratkan obat dari suatu penyakit, yang andaikan Allah tidak memberinya obat, tentu dia akan terjerumus ke dalam kebinasaan.

2) Itu bisa menjadi sebab untuk mendapatkan suatu nikmat, yang tidak bisa didapatkan kecuali lewat sesuatu yang dibenci itu. Sebab sesuatu yang dibenci pasti akan berakhir dan tidak berlalu selama lamanya. Sementara nikmat yang muncul setelah itu tidak terputus.

Orang yang memiliki sifat rida tidak mudah bimbang atau kecewa atas pengorbanan yang dilakukannya. Ia tidak menyesal dengan kehidupan yang diberikan Allah swt dan tidak iri hati atas kelebihan yang didapat orang lain karena yakin bahwa semua itu berasal dari Allah swt. Sedangkan kewajibannya adalah berusaha atau berikhtiar dengan kemampuan yang ada.
   

B. JENIS-JENIS RIDHA

Rosulullah SAW bersabda: yang akan merasakan manisnya iman adalah orang yang ridha Allah SWT sebagai Tuhannya,Islam menjadi agamanya, dan Muhammad menjadi Rasulnya."

Hadis Nabi saw di atas menegaskan bahwa seorang mukmin yang ingin meraih manisnya iman dan nikmatnya harus memiliki sikap rida terhadap tiga hal, yaitu sebagai berikut.

1) Ridha menjadikan Allah sebagai Tuhan.

Makna “ridha kepada Allah Ta’ala sebagai Rabb” adalah ridha kepada segala perintah dan larangan-Nya, kepada ketentuan dan pilihan-Nya, serta kepada apa yang diberikan dan dicegah-Nya. Inilah syarat untuk mencapai tingkatan ridha kepada-Nya sebagai Rabb secara utuh dan sepenuhnya.

2) Ridha dalam menjadikan Islam sebagai agamanya

Makna “ridha kepada Islam sebagai agama” adalah merasa cukup dengan mengamalkan syariat Islam dan tidak akan berpaling kapada selain Islam atau dengan kata lain patuh kepada hukum, perintah dan larangan agama, sekalipun mungkin bertentangan dengan kehendaknya.

3) Ridha dalam menjadikan Muhammad sebagai utusan Allah

hanya mencukupkan diri dengan mengikuti petunjuk dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah, serta tidak menginginkan selain petunjuk dan sunnah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

C. BEBERAPA DALIL TERKAIT RIDHA

1) Allah berfirman, "Inilah saat orang yang benar memperoleh manfaat dari kebenarannya. Mereka memperoleh surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Itulah kemenangan yang agung." (Qs. Al Maidah:119)

2) Rasulullah saw bersabda, " Sekiranya engkau sanggup berbuat dengan ridha disertai keyakinan, maka lakukanlah. Jika engkau tidak sanggup, maka sabar dalam menghadapi sesuatu yang dibenci jiwa, terdapat kebaikan yang banyak." (Hr. Turmuzi)

3) Ali bin Abi Thalib berkata, “Wahai Ady, barang siapa ridha terhadap takdir Allah SWT maka takdir itu tetap berlaku atasnya dan dia mendapatkan pahala-Nya, dan mendapatkan siapa tidak ridha terhadap takdir-Nya maka hal itupun tetap berlaku atasnya, dan Percaya amalnya”.

4) Ibnu Mas'ud berkata, "Kemiskinan dan kekayaan merupakan dua tunggangan, dan aku tidak peduli mana yang dijadikan tunggangan. Jika miskin, maka di dalamnya ada kesabaran, dan jika kaya, didalamnya ada pengeluaran."

5) Syaiful Islam Ibnu Taimiyah berkata, "Beliau memohon ridha kepada-Nya setelah qadha. Sebab pada saat itulah akan terlihat hakikat ridha. Sedangkan ridha sebelum ada qadha, hanya sebatas hasrat untuk ridha menerimanya. Ridha itu akan tampak setelah ada qadha."

D. HIKMAH DAN MANFAAT BERSIKAP RIDHA

Manfaat suatu keridhaan yaitu:

1) Dengan ridho umat manusia akan menimbulkan rasa optimis yang kuat dalam menjalani dan menatap kehidupan di masa depan dengan mengambil hikmah dari kehidupan masa lampau.

2) Orang yang berhati ridho atas keputusan-keputusan Allah SWT, hatinya menjadi lapang, dan jauh dari sifat iri hati, dengki hasat dan bahkan tamak/rakus

3) Ridho akan menumbuhkan sikap husnuz zann, terhadap ketentuan-ketentuan Allah, sehingga manusia tetap teguh iman dan amal shalehahnya

4) Dengan ridho setiap kesulitan yang kita hadapi akan ada jalan keluarnya, di tiap satu kesulitan ada dua kemudahan, dengan ridha akan menumbuhkan rasa cinta kasih terhadap sesama makhluk Allah SWT, dan akan lebih dekat dengan Allah SWT.

5) Bagian yang diterima kita tergantung dari ridha dan amarah kita. Jika kita ridha terhadap pilihan Allah, maka kita juga akan mendapatkan ridha-Nya, dan jika kita marah terhadap pilihan Allah maka kita juga akan menerima murka-Nya.

6) Jika kita ridha terhadap rezeki yang sedikit, maka Allah ridha terhadap amal kita yang sedikit. Jika kita ridha terhadap Allah dalam semua keadaan, maka kita akan mendapatkan Allah lebih cepat ridha kepada kita.

7) Ridha membebaskan kita dari keresahan, kekhawatiran, kesedihan, kehancuran hati, prasangka yang buruk terhadap Allah; dan akan membukakan pintu surga dunia sebelum surga akhirat.

8)  Ridha membukakan pintu keselamatan, sehingga hati kita menjadi selamat dan bersih dari dusta, dengki dan khianat. Tidak ada yang selamat dari adzan Allah kecuali yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat.

9) Siapa yang hatinya dipenuhi keridhaan kepada takdir, maka Allah memenuhi dadanya dengan kekayaan, rasa aman dan kepuasan.

10) Ridha menjauhkan hasrat dan kerakusan terhadap dunia, yang merupakan pangkal segala kesalahan dan dasar semua bencana.

Penutup

Agar dalam menjalani hidup kita selalu mendapatkan pertolongan Allah maka salah satu sikap yang sang an dianjurkan untuk kita miliki adalah bersikap ridho terhadap segala ketentuan-Nya.

Bila kita bisa bersikap ridha maka ridha kita itu bisa berubah menjadi nikmat dan karunia, beban yang diemban juga semakin ringan dan ada kegembiraan yang dirasakan. Namun jika kita marah, maka beban yang diemban akan terasa semakin berat dan tidak menambah kecuali kesulitan.

Semoga kita diberi anugrah memiliki akhlak yang mulia yang salah satunya adalah senantiasa ridha kepada Allah, rasul-Nya dan ajarannya...Aamiin..3cx

4. TAWAKKAL

A. ARTI, MAKNA DAN HAKIKAT TAWAKAL

Pengertian tawakal secara istilah adalah rasa pasrah hamba kepada Allah swt yang di sertai dengan segala daya dan upaya mematuhi, setia dan menunaikan segala pertintahNya.

Orang yang mempunyai  sikap tawakal akan senantiasa bersyukur jika mendapatkan suatu keberhasilan dari usahanya. Hal ini karena ia menyadari bahwa keberhasilan itu di dapatkan atas izin dan kehendak Allah.

Sementara itu, jika mengalami kegagalan orang yang mempunyai sifat tawakal akan senantiasa merasa ikhlas menerima keadaan tersebut tanpa merasa putus asa dan larut dalam kesedihan karena ia menyadari bahwa segala keputusan Allah pastilah terbaik.

Sikap tawakal harus di terapkan dalam kehidupan sehari-hari setiap muslim. Sikap tawakal dalam kehidupan sehari-hari dicapai dengan motivasi sebagai berikut:

1) Yakin bahwa allah sebagai penguasa alam semesta. Tahu keutamaan dari sikap tawakal.

2) Menyadari bahwa manusia banyak kekurangan ( yang sempurna hanyalah Allah ).

3) Dalam bertawakal hendaknya kita serahkan semuanya kepada allah SWT, hal ini diperintahkan Allah dalam surat al-maidah ayat 23 sebagai berikut :

…. وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ * سورة المائدة 23
Artinya : …. “ dan hanya kepada allah hendaknya kamu bertawakal jika kamu benar-benar orang yang beriman.

Seringkali dijumpai dalam firman-Nya, Allah Ta’ala menyandingkan antara tawakal dengan orang-orang yang beriman. Hal ini menandakan bahwa tawakal merupakan perkara yang sangat agung, yang tidak dimiliki kecuali oleh orang-orang mukmin.

Tawakal merupakan bagian dari ibadah hati yang akan membawa pelakunya ke jalan-jalan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Para ulama menjelaskan bahwa tawakal harus dibangun di atas dua hal pokok yaitu bersandarnya hati kepada Allah dan mengupayakan sebab yang dihalalkan. Karena, mengambil sebab itu tidaklah menafikan tawakal. Bahkan mengambil sebab merupakan bagian dari tawakal.

Orang berupaya menempuh sebab saja namun tidak bersandar kepada Allah, maka berarti ia cacat imannya. Adapun orang yang bersandar kepada Allah namun tidak berusaha menempuh sebab yang dihalalkan atau pasrah tanpa berusaha (tawakul) , maka ia berarti cacat akalnya.


Dari Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya kalian betul-betul bertawakal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rezeki sebagaimana burung mendapatkan rezeki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Al Hakim. Dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash Shohihah no. 310)

Tidak kita temukan seekor burung diam saja dan mengharap makanan datang sendiri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan permisalan ini, jelas sekali bahwa seekor burung pergi untuk mencari makan, namun seekor burung keluar mencari makan disertai keyakinan akan rizki Allah, maka Allah Ta’ala pun memberikan rizki-Nya atas usahanya tersebut.

Apabila seorang hamba bertawakal kepada Allah dengan benar-benar ikhlas dan terus mengingat keagungan Allah, maka hati dan akalnya serta seluruh kekuatannya akan semakin kuat mendorongnya untuk melakukan semua amalan.

Dengan besarnya tawakal kepada Allah akan memberikan keyakinan yang besar sekali bahkan membuahkan kekuatan yang luar biasa dalam menghadapi tantangan dan ujian yang berat.

Dengan mendasarkan diri pada keyakinan bahwa hanya Allah saja yang dapat memberikan kemudharatan maka seorang mukmin tidak akan gentar dan takut terhadap tantangan dan ujian yang melanda, seberapapun besarnya, karena dia yakin bahwa Allah akan menolong hambaNya yang berusaha dan menyandarkan hatinya hanya kepada Allah.

Dengan keyakinan yang kuat seperti inilah muncul mujahid-mujahid besar dan ulama-ulama pembela agama Islam yang senantiasa teguh di atas agama Islam walaupun menghadapi ujian yang besar, bahkan mereka rela mengorbankan jiwa dan raganya untuk agama Islam.


Setiap hari, dalam setiap sholat, bahkan dalam setiap raka’at sholat kita selalu membaca ayat yang mulia, ‘Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in’; hanya kepada-Mu ya Allah kami beribadah, dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan…

Oleh sebab itu bagi seorang mukmin, tempat menggantungkan hati dan puncak harapannya adalah Allah semata, bukan selain-Nya. Kepada Allah lah kita serahkan seluruh urusan kita.


Tawakkal termasuk dari ibadah qalbiah (hati) yang paling mulia dan paling urgen, sampai-sampai Allah Ta’ala menggandengkan tawakkal dengan tauhid kepada-Nya dalam firman-Nya,
“(Dia-lah) Allah tidak ada sembahan yang hak selain Dia. Dan hanya kepada Allah, hendaknya orang-orang yang beriman bertawakkal.” (QS. Ath-Thaghabun: 13).

B. UNSUR-UNSUR DALAM MEMEGANG PRINSIP TAWAKAL

Sebuah aktivitas bisa di kategorikan menggunakan prinsip tawakal apabila terdapat 4 unsur, yaitu :

1) Mujahadah

Artinya sungguh sungguh dalam melakukan suatu pekerjaan, artinya tidak asal asalan. Contohnya, sebagai pelajar, belajarlah sungguh sungguh agat dapat memperoleh prestasi yang baik.

2) Doa

Artinya walaupun kita sudah melakukan upaya mujahadah (sungguh sungguh) kita pun harus tetap berdoa memohon kepada Allah subhanahu wa ta'ala

3) Syukur

Artinya apabila menemukan keberhasilan kita harus mensyukurinya. Prinsip ini perlu kita punya. Jika tidak, kita akan menjadi orang yang sombong atau angkuh (kufur nikmat).

4) Sabar dan ridho

Artinya tahan uji menghadapi berbagai cobaan termasuk hasil yang tidak memuaskan (kegagalan). Sabar tidak berarti diam dan meratapi kegagalan, tetapi sabar adalahu instropeksi dan bekerja lebih baik agar kegagalan tidak terulang.

Disamping itu, kita ridho dengan hasil yang di dapat jika semua kemampuan kita sudah dikerahkan. Karena apa yang baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah. Sesungguhnya Allah memberikan hal yang terbaik buat hamba yang bertawakal kepada-Nya.


C. PENDAPAT PARA ULAMA TERKAIT TAWAKAL

1) Imam Ahmad berkata, "Tawakal adalah perbuatan hati, artinya sesuatu yang dilakukan dalam hati, tidak dengan ucapan lisan, tidak perbuatan dengan anggota badan dan tidak pula masuk katagori pembahasan ilmu dan pengetahuan."

2) Sahal berkata, "Tawakal adalah pasrah kepada Allah swt atas segala yang dikehendaki-Nya."

3) Yahya bin Muadz ditanya, "Kapankah seseorang dikatakan bertawakal?" Ia menjawab,"Jika dia ridha Allah sebagai menolongnya."

4) Dzun  nun berkata, "Tawakal adalah berserah diri kepada Tuhan dan mencari sebab-sebabnya."

5) Abu Said Al-Kharrazi berkata, " Tawakal adalah rasa kegundahan tanpa menghilangkan ketenangan sekaligus ketenangan tanpa menghilangkan kegundahan."

Maksudnya kecenderungan jiwa pada sebab-sebab tertentu baik yang nampak maupun yang tidak nampak,
ketenangan hati kepada Allah, tidak goncang hatinya dengan apa yang ada bersamanya serta tidak menghilangkan keparahannya tentang sebab yang menghubungkannya dengan ridha Allah swt.

6) Abu Turab an-Nakhai berkata, " Tawakal adalah mencurahkan anggota badan dalam urusan ibadah, tergantung nya hati dengan Allah serta rasa tenang terhadap kecukupan, jika diberi nikmat ia bersyukur dan jika belum mendapatkannya ia bersabar."

7) Imam Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Hakikat tawakal adalah hati benar-benar bergantung kepada Allah dalam rangka memperoleh maslahat (hal-hal yang baik) dan menolak mudhorot (hal-hal yang buruk) dari urusan-urusan dunia dan akhirat”

8) Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Tawakal adalah menyandarkan permasalahan kepada Allah dalam mengupayakan yang dicari dan menolak apa-apa yang tidak disenangi, disertai percaya penuh kepada Allah Ta’ala dan menempuh sebab (sebab adalah upaya dan aktifitas yang dilakukan untuk meraih tujuan) yang diizinkan syari’at.”


9) Ibnu Qoyim al-Jauzi
berkata,  “Tawakal merupakan amalan dan ubudiyah (baca; penghambaan) hati dengan menyandarkan segala sesuatu hanya kepada Allah, tsiqah terhadap-Nya, berlindung hanya kepada-Nya dan ridha atas sesuatu yang menimpa dirinya, berdasarkan keyakinan bahwa Allah akan memberikannya segala ‘kecukupan’ bagi dirinya…, dengan tetap melaksanakan ‘sebab-sebab’ (baca ; faktor-faktor yang mengarakhkannya pada sesuatu yang dicarinya) serta usaha keras untuk dapat memperolehnya.” (Al-Jauzi/ Arruh fi Kalam ala Arwahil Amwat wal Ahya’ bidalail minal Kitab was Sunnah, 1975 : 254)


D. TAWAKAL YANG SALAH

Semua manusia sebenarnya bertawakal, Cuma tidak seluruhya bertawakal kepada allah.

Ada yang bertawakal kepada benda keramat, manusia, dukun, jin dan sebagainya, hal ini yang harus di luruskan.

Dalam salah satu firman-Nya, disebutkan:

وَلِلَّهِ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِلَيْهِ يُرْجَعُ الْأَمْرُ كُلُّهُ فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ * سورة هود 123
Artinya : dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nyalah di kembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia, dan bertawakalah kepadaNya . dan sekali-sekali tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan." (Qs. Hud: 123)

Kesalahan dalam memahami dan mengamalkan tawakal akan menyebabkan rusaknya iman dan bisa menyebabkan terjadi kesalahan fatal dalam agama, bahkan bisa terjerumus dalam kesyirikan, baik syirik akbar (syirik besar) maupun syirik asghar (syirik kecil).

Adapun kesalahan dalam tawakal yang menyebabkan terjerumus dalam syirik akbar adalah seseorang bertawakal kepada selain Allah, dalam perkara yang hanya mampu diwujudkan oleh Allah. Misalnya: bertawakal kepada makhluk dalam perkara kesehatan, bersandar kepada makhluk agar dosa-dosanya diampuni atau bertawakal kepada makhluk dalam kebaikan di akhirat atau bertawakal dalam meminta anak sebagaimana yang dilakukan para penyembah kubur wali.

Adapus jenis tawakal yang termasuk dalam syirik asghar adalah bertawakal kepada selain Allah yang Allah memberikan kemampuan kepada makhluk untuk memenuhinya. Misalnya: bertawakalnya seorang istri kepada suami dalam nafkahnya, bertawakalnya seorang karyawan kepada atasannya.

Termasuk dalam syirik akbar maupun asghar keduanya merupakan dosa besar yang tidak akan terampuni selama pelakunya tidak bertaubat darinya.


E.  KEUTAMAAN TAWAKAL

Beberapa keutamaan yang akan didapatkan oleh orang yang bertawakal kepada Allah adalah:

1) Allah akan memberikan kepadanya kecukupan dalam kebutuhan-kebutuhannya

Sebagaimana firman Allah ta’ala:

وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah nescaya Dia akan mengadakan baginya jalan penyelesaian. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.”. (QS. Ath-Thalaaq: 2-3).

2) Akan mendapatkan kebaikan di dunia dan di akhirat dengan masuk Surga

Berdasarkan firman Allah ta’ala:

وَالَّذِينَ هَاجَرُوا فِي اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مَا ظُلِمُوا لَنُبَوِّئَنَّهُمْ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَلأَجْرُ الآخِرَةِ أَكْبَرُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ* الَّذِينَ صَبَرُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

“Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui, (yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada Tuhan saja mereka bertawakkal.” (QS.An-Nahl: 41-42).


3) Allah akan memberikan kepadanya pertolongan, keselamatan dan kemenangan dalam menghadapi musuh

Ibnul Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah berkata: “Tawakal adalah sebab yang paling utama yang bisa mempertahankan seorang hamba ketika ia tak memiliki kekuatan dari serangan makhluk Allah lainnya yang menindas serta memusuhinya, tawakal adalah sarana yang paling ampuh untuk menghadapi keadaan seperti itu, karena ia telah menjadikan Allah pelindungnya atau yang memberinya kecukupan, maka barang siapa yang menjadikan Allah pelindungnya serta yang memberinya kecukupan maka musuhnya itu tak akan bisa mendatangkan bahaya padanya.” (Lihat Bada-i’u Al-Fawa’id II/268)


4) Ia akan masuk ke dalam Surga tanpa dihisab dan tanpa disiksa

Di dalam suatu riwayat disebutkan sifat-sifat 70.000 orang dari umat Islm yang masuk Surga secara langsung tanpa dihisab dan disiksa oleh Allah, yaitu:
“Mereka adalah yang tidak bertathoyyur, tidak meminta diruqyah, tidak pula meminta diobati dengan Kay, dan mereka hanya bertawakkal kepada Rabb mereka.” (Diriwayatkan Al-Bukhari dalam ar-Riqaaq XI/305 dari hadits Ibnu ‘Abbas, dan Muslim dalam al-Iman III/89 dari hadits ‘Imran bin Hushain).

* Tathoyyur ialah beranggapan sial pada semua yang dilihat,
didengar, serta beranggapan sial pada tempat dan waktu tertentu.

* KAY ialah metode pengobatan dengan menggunakan besi yang
digarang di atas api.

Penutup

Ini semua menunjukkan kepada kita bahwa kesempurnaan iman dan tauhid seorang hamba ditentukan oleh sejauh mana ketergantungan hatinya kepada Allah semata dan upayanya dalam menolak segala sesembahan dan tempat berlindung selain-Nya. Jika kita yakin bahwa Allah ta’ala yang menguasai hidup dan mati kita, mengapa kita menyandarkan hati kita kepada makhluk yang lemah yang tidak bisa memberikan manfaat dan mudharat kepada kita?

Maka bersikap tawakal yang benar sesuai dengan contoh rasulullah, sahabat serta para ulama shaleh  terdahulu akan mendatangkan pertolongan Allah hingga kita bisa hidup bahagia dunia dan akhirat.

Semoga kita di anugrah sifat tawakal yang benar, aamiin..3x