Friday 12 September 2008

“Sudahkah Kita Memanfaatkan Waktu dengan Tepat?”

A. Hubungan Waktu dengan Aktivitas KitaWaktu merupakan sesuatu yang bisa dirasakan sangat cepat dan bisa pula menjadi sangat lambat. Hal ini tergantung pada pemanfaatan terhadap waktu tersebut. Pada saat kita mempunyai tugas yang banyak dengan waktu yang sedikit maka saat itu waktu terasa sangat cepat. Begitu pula pada saat kita mempunyai tugas yang sedikit dengan waktu yang banyak maka waktu akan terasa begitu lambat. Jadi cepat tidaknya waktu tergantung aktivitas kita.

Sering sekali kita mempunyai waktu dan tugas yang banyak. Namun dalam memanfaatkannya kita sering berleha-leha dan menunda-nunda pekerjaan yang ada. Kita merasa bahwa waktu begitu panjang, sehingga lebih mendahulukan keinginan daripada kebutuhan dalam pemanfaatannya. Akhirnya waktu terus berjalan dan baru tersadar saat sisa waktu tinggal sedikit. Yang terjadi adalah kita akan kelabakan dan mulai melakukan SKS (sistem kebut semalam) dalam mengerjakan tugas yang ada.

Kita semua tahu bahwa dengan sistem SKS tugas dapat terselesaikan juga. Namun hasil SKS
kadang sering tidak seoptimal yang kita harapkan, yang didapat hanyalah output saja. Tidak ada suatu ilmu yang meresap dalam diri kita. Berbeda bila kita melakukannya dari awal dengan terus menerus maka manfaat yang dirasakan akan tertanam dalam diri kita. Sebagaimana sebuah pepatah ‘bila uang mudah didapat maka uang akan mudah pula hilangnya namun bila kita dengan susah payah mendapatkannya maka uang tersebut akan bertahan lebih lama’.

Bila kita mulai merasakan kebosanan, maka ber-refresing lah dengan melakukan pekerjaan yang paling kita senangi terlebih dahulu dengan tetap memperhatikan waktu yang ada. Setelah energi tumbuh maka bergantilah dengan pekerjaan lain yang lebih prioritas. Dengan demikian maka waktu kita akan termanfaatkan dengan baik.


B. Kemampuan Manusia dalam Mencapai Kesuksesan
Ada satu hal yang perlu kita ketahui mengenai kemampuan otak manusia. Menurut penelitian bahwa kemampuan otak manusia pada umumnya baru termanfaatkan sekitar 3%. Orang sejenius Albert Einsten baru memanfaatkan kemampuan otaknya antara 10-15%. Begitu pula dengan Tomas Alfa Edison, dia adalah salah seorang penemu yang sangat sukses, namun keberhasilannya dihasilkan dari usaha dan kerja keras yang pantang menyerah.

Melihat kemampuan otak yang luar biasa tersebut, pada dasarnya setiap orang mampu melakukan pekerjaan yang ada. Tidak ada yang namanya bodoh atau pintar. Yang membedakan antara satu dengan yang lainnya hanyalah apakah dia mau bekerja keras atau tidak. Bekerja keras itu bisa berupa bekerja dengan menggunakan otak ataupun bekerja dengan menggunakan fisik.

Menimbulkan semangat bekerja sangatlah sulit dibandingkan dengan bekerja itu sendiri. Pada saat kita mempunyai semangat untuk terus bekerja janganlah membuat kita menjadi sombong dengan menghinakan orang lain yang bekerja dengan malas. Karena pada dasarnya keinginan untuk bekerja keras datangnya dari Tuhan Yang Maha Berkehendak. Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah mengilhamkan pada hati kita untuk terus bekerja. Berbeda kalau seandainya kita tidak diberi keinginan untuk bekerja keras maka kita pun akan merasakan kemalasan yang sama.

Oleh karenanya, selalulah bermohon kepada-Nya agar diberi hati yang semangat untuk terus bekerja keras. Karena hanya Dialah yang membolak-balikan hati kita untuk terus berusaha mencapai apa yang kita inginkan. Jadi pada saat hati kita bersemangat untuk melakukan sesuatu yang terbaik maka ikutilah dorongan hati tersebut. Bila kita mengabaikannya maka lambat laun keinginan tersebut akan mulai menghilang. Bila ini terjadi maka sangatlah rugi, karena menumbuhkan hati yang penuh semangat sangatlah sulit.

Jadi bila kita ingin sukses dalam hidup ini dengan sebaik mungkin maka yang harus kita lakukan adalah bermohonlah kepadaNya, mengikuti apa yang hati kita inginkan, melakukan skala prioritas, serta melakukan refresing secukupnya untuk meningkatkan kembali semangat yang ada.

” Ya Allah, Sesungguhnya, aku memohon perlindungan kepada-Mu dari duka dan kesulitan, kelemahan dan kemalasan, kekikiran dan ketakutan, tekanan utang, dan paksaan orang lain.” (HR Bukhori)

(Gantira, 12 September 2008, Jakarta)