Wednesday 30 August 2017

"Mendidik Anak dengan Ilmu bukan dengan Hawa Nafsu"

Anak adalah salah satu anugerah sekaligus ujian bagi orang tuanya.

Karena posisi anak ini  berada pada dua sisi yang berbeda, dimana dia bisa membuat kita dalam situasi  tertekan (ujian) dan di sisi lain bisa juga membuat kita dalam situasi bahagia (anugrah), untuk itu sering timbul pertanyaan dari para orang tua, "Bagaimana cara mendidik anak?"

Ada istilah umum yang diketahui dan dipercayai sebagai sistem pendidikan yang menurut  kebanyakan dinilai bagus, yaitu "Didiklah anak-anak dengan cinta, bukan dengan Hawa nafsu".

Padahal kata cinta ini pun mengandung makna ganda tergantung dari sumber dan sudut pandang yang diambil.

Bisa jadi membiarkan atau melarang anak melakukan sesuatu yang menurut kita sebagai cinta, namun kalau diamati dari segi ilmu sebenarnya termasuk hawa nafsu yang artinya tidak mendidik. Atau sebaliknya bisa jadi tindakan di atas dianggap sebagai pelampiasan hawa nafsu, padahal kalau berdasarkan ilmu, hal itu termasuk tindakan yang benar.

Jadi istilah yang lebih tepat adalah "Didiklah anak-anak dengan ilmu, bukan dengan hawa nafsu".

Pertanyaan selanjutnya, ilmu apakah yang benar? Maka jawabannya adalah ilmu yang referensinya dengan mencontoh manusia terbaik dimuka bumi ini, yaitu Rasulullah yang tidak lepas dari firman-Nya; selanjutnya adalah mencontoh umat terbaik, yaitu generasi para sahabat,  generasi Tabiin serta generasi Tabiit tabiin.

Beberapa pondasi ilmu yang terkait dengan pendidikan anak ini beberapa diantaranya:

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia.” (Qs. Al-Kahfi: 46)

Dalil di atas menyebutkan bahwa posisi anak itu bagaikan harta, yaitu sebagai perhiasan dunia.

Apa yang akan kita lakukan pada harta kita yang sangat berharga? Maka begitu juga yang harus kita lakukan pada anak-anak kita.

Kita akan berusaha menjaga harta berharga yang kita miliki agar jangan sampai dicuri  atau dirusak orang lain; begitu juga dengan anak kita, kita mesti menjaganya jangan sampai salah pergaulan sehingga merusak akhlak mereka.

Kita akan menshadaqahkan harta kita agar mendapat tabungan di akhirat kelak; begitu juga dengan anak-anak kita, seharusnya kita mengarahkan mereka agar mereka bisa menjadi ladang amal kita di akhirat kelak.


Rasulullah saw bersabda,“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian bertanggung jawab atas orang yang dipimpinnya. Seorang ‘Amir (penguasa) adalah pemimpin, seorang suami pun pemimpin atas keluarganya, dan istri juga pemimpin bagi rumah suaminya dan anak-anaknya. Setiap kalian adalah pemimpin dan kamu sekalian akan diminta pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya.”
(Hr. Muslim)

Dari hadist di atas dijelaskan bahwa orang tua adalah pemimpin bagi anak2nya.

Banyak sekali tindakan yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin terhadap anggotanya agar kelompoknya selamat dan sejahtera, maka begitu juga yang harus dilakukan orang tua pada anak-anaknya agar terbentuk keluarga yang bahagia sesuai aturan yang telah ditetapkan-Nya.

Jadi sudah tidak pada tempatnya jika seorang anak mengatur orang tua, karena hal ini bagaikan anggota yang mengatur pemimpinnya. Bila hal ini yang terjadi maka kelompok yang ada akan menjadi kacau dan tidak beraturan. Yang masih diperkenankan itu adalah seorang anggota memberikan masukan pada pemimpinnya, namun keputusan akhir tetap berada di tangan seorang pemimpin.

Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya sebaik-baik yang dimakan oleh seseorang adalah makanan yang dihasilkan dari usahanya sendiri. Dan sesungguhnya anak itu termasuk dari usahanya.”
(Hadits shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud & An-Nasa’i)

Dari hadist di atas dijelaskan bahwa anak adalah salah satu hasil usaha orang tuanya, sehinga orang tua harus mendidik anak dengan sebaik-baiknya sehingga hasilnya dapat kita petik buat bekal di akhirat kelak.

Pertanyaan selanjutnya adalah "Bagaimana cara mendidik Rasulullah, para sahabat, para Tabiin serta para Tabiit Tabiin terhadap anak?"

Ada dua point utama yang dilakukan oleh mereka dalam mendidik anak, yaitu:

1. Memberikan pondasi aqidah yang kuat

Satu hal yang pertama kali dilakukan oleh mereka terhadap anak adalah memberikan pondasi yang kuat, yaitu berupa kekuatan aqidah yang kokoh.


Sebagaimana nasihat Rasulullah saw   kepada  ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu’anh.

Rasulullah saw bersabda,
"Wahai anakku, sesungguhnya aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat. Jagalah (hak-hak) Allah, niscaya Allah akan menjagamu, jagalah (hak-hak) Allah, niscaya engkau mendapati-Nya di hadapanmu. Apabila engkau meminta, maka mintalah kepada Allah, dan apabila engkau memohon pertolongan maka mohonlah kepada Allah. Dan ketahuilah, sekiranya ummat ini bersatu untuk memberimu manfaat maka manfaat tersebut tidak akan sampai kepadamu kecuali apa yang telah ditetapkan Allah atasmu. Dan apabila ummat ini bersatu untuk mencelakakanmu maka sedikit pun mereka tidak akan mampu melakukannya kecuali apa yang telah Allah tetapkan atasmu. Pena (takdir) telah terangkat dan lembaran (takdir) telah mengering.

Dan ketahuilah, sesungguhnya bersabar atas apa-apa yang tidak engkau sukai itu memiliki kebaikan yang amat banyak. Dan sesungguhnya pertolongan itu (ada) bersama kesabaran. Dan sesungguhnya kelapangan itu (datang) bersama kesulitan, dan sesungguhnya kesulitan itu bersama kemudahan.”

Begitulah salah satu didikan Rasulullah dalam menanamkan aqidah yang kokoh kepada Abdullah bin Abbas, yang saat itu masih kecil.

Penanaman aqidah sangat penting diberikan  pada anak2, karena dengan modal aqidah yang kokoh dan benar, maka akan membuat hidup seseorang bahagia dunia dan akhirat.

Dengan pendidikan Rasulullah kepada Abdullah bin Abbas ini, akhirnya sejarah mencatat Abdullah bin Abbas sebagai salah seorang sahabat yang dikenal akan ketakwaan dan keilmuannya sehingga beliau  dijadikan salah satu sumber  rujukan utama dalam menimba ilmu oleh generasi setelahnya.

2. Mendidik mereka agar memiliki akhlak yang mulia

Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada sesuatupun yang paling berat dalam timbangan seorang Mukmin pada hari Kiamat nanti daripada akhlak mulia.” (Hr. Tirmidzi)

Jadi tugas utama orang tua dalam mendidik anak-anaknya selain menamakan kekuatan aqidah, juga membentuk mereka agar memiliki akhlak yang mulia.

Akhlak yang mulia ini dapat dibagi dalam beberapa hal, yaitu akhlak kepada Allah, ahlak kepada Rasulullah, akhlak kepada diri sendiri dan orang lain serta akhlak kepada makhluk  hidup lainnya.

Mengajarkan pada anak bagaimana akhlak kepada Allah itu adalah berupa ibadah atau penghambaan  kepada-Nya tanpa disertai perbuatan syirik, mentaati semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya, serta ridha terhadap takdir-Nya yang telah ditetapkan terhadap mereka.

Akhlak yang baik kepada Rasulullah itu adalah berupa meyakini bahwa Rasulullah merupakan Nabi dan Rasul terakhir bagi seluruh manusia, mencintai beliau serta  mentaati apa yang beliau perintahkan dengan mengikuti sunnahnya dan menjauhi apa yang dilarangnya.

Akhlak terhadap diri sendiri dan sesama manusia, adalah seperti bagaimana adab makan dan minum, adab berpakaian, adab bepergian, adab menerima tamu, ada bergaul dengan masyarakat serta adab-adab lainnya yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya.

Akhlak terhadap makhluk lainnya adalah memperlakukan mereka sesuai dengan syari'at yang telah dicontohkan oleh Rasulullah, para sahabat serta generasi terbaik selanjutnya. Contohnya adalah tidak menyakiti dan menyiksa hewan, memperlakukan tumbuhan sesuai dengan kebutuhan kita agar terjadi keberlanjutan untuk kesejahteraan makhluk hidup serta tidak ikut campur atau bergaul dengan kehidupan dunia jin yang memang berbeda alam dengan kita.

Jadi cara mendidik anak yang baik itu adalah mendidik anak dengan ilmu yang pedomannya berdasarkan apa yang dicontohkan Rasulullah serta orang2 bertakwa yang mengikuti beliau, bukan berdasarkan hawa nafsu atau keinginan kita belaka tanpa dasar ilmu.

Semoga kita dianugrahi anak-anak yang bertakwa yang memiliki aqidah yang kuat serta akhlak yang mulia, aamiin..aamiin..aamiin ya robbal alamin..

(Gantira, 31 Agustus 2017, Bogor)