Wednesday, 28 October 2015
5. Kelalaian dari Kondisi Islam dan Dakwah Kepada Islam
A. Kewajiban Dakwah
Kita sering menganggap bahwa kewajiban dakwah (amar ma'ruf nahi mungkar) hanyalah tanggung jawab alim ulama. Padahal, yang dituju oleh Allah di dalam Al-Quran adalah secara umum mutlak kepada setiap umat Muhammad saw.. Dan kehidupan para sahabat r.a. dalam masa Khairul-Qurun (generasi terbaik) adalah bukti yang adil atas kewajiban tersebut.
Ini sesuai dengan hadits:
"Sesungguhnya kalian ialah pemimpin, dan setiap kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya. Raja ialah pemimpin rakyatnya dan akan ditanya tentang orang-orang yang dipimpinnya. Laki-laki adalah pemimpin ahli rumahnya. Ia akan ditanya tentang keluarga yang dipimpinnya. Istri adalah pemimpin di rumah suami dan anak-anaknya. Ia akan ditanya tentang rumah tangganya. Dan hamba sahaya adalah pemimpin atas harta majikannya. Ia akan ditanya tentang tanggung jawabnya. Singkatnya, kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan ditanya atas kepemimpinannya." (Bukhari, Muslim).
Di samping itu, hidayah yang sebenarnya adalah penerimaan manusia terhadap seluruh hukum Islam, salah satunya adalah perintah beramar ma'ruf nahi mungkar. Adapun yang menguatkan pendapat ini antara lain adalah perkataan Abu Bakar r.a.:
"Wahai manusia, sesungguhnya kalian membaca ayat berikut ini, 'Hai orang-orang beriman, waspadalah atas diri kalian. Tidak dapat mencelakakan kalian orang yang tersesat jika kalian berada di atas petunjuk. Maka sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah saw. bersabda, 'Sesungguhnya manusia apabila melihat kemungkaran, lalu mereka tidak berusaha mengubahnya, maka hampir saja Allah menurunkan adzab secara menyeluruh ke atas mereka.'"
Para ulama muhaqqiqin pun menyetujui makna tersebut. Imam Nawawi rah.a. dalam Syarah Muslim mengutip pendapat para ulama muhaqqiqin mengenai makna ayat di atas, "Apabila kalian telah menunaikan apa yang diperintahkan kepadamu, maka kejahatan orang-orang yang menentangmu tidak akan membahayakanmu," sebagaimana firman Allah:
"Dan tidak akan menanggung seseorang yang berdosa terhadap dosa orang lain." (Q.s. Al-Fathir : 15).
Di antara seluruh perintah tersebut, salah satunya ialah amar ma'ruf nahi mungkar. Apabila seseorang telah menyempurnakan tugas ini, maka ia tidak akan menanggung celaan dan dosa-dosa dari mereka yang tidak menerima ajakannya, sebab ia telah menunaikan kewajibannya. Dan bukan menjadi tanggung jawabnya jika orang lain tidak menerimanya. Wallaahu A'lam.
"Barangsiapa bersungguh-sungguh di jalan Kami, pasti akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami." (Q.s. Al-Ankabut: 69).
Tidak disangkal lagi bahwa Allah berjanji akan menjaga agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw., tetapi untuk mencapai kemenangan dan kemajuan tersebut, dituntut pengorbanan dan usaha kita. Para sahabat r.a. telah berusaha keras untuk mencapai tujuan tersebut, maka seperti itulah hasil yang mereka saksikan. Mereka juga telah memperoleh pertolongan dari Allah sehingga kita menyebut-nyebut keharuman nama mereka. Seandainya kita sekarang mengikuti jejak mereka dan berjuang menegakkan kalimatullah dan bersungguh-sungguh menyebarkan Islam, kita pun akan mendapatkan pertolongan Allah dan bantuan-Nya.
"Jika kalian membantu agama Allah, pasti Allah akan membantu kalian. Dan Allah akan menegakkan kaki-kaki kalian (di depan musuh kalian)." (Q.s. Muhammad: 7).
Dari Anas r.a., ia berkata, kami bertanya, "Ya Rasulullah, kami tidak akan menyuruh orang untuk berbuat baik sebelum kami sendiri mengamalkan semua kebaikan dan kami tidak akan mencegah kemungkaran sebelum kami meninggalkan semua kemungkaran." Maka Nabi saw. bersabda, "Tidak, bahkan serulah kepada kebaikan meskipun kalian belum mengamalkan semuanya, dan cegahlah dari kemungkaran, meskipun kalian belm meninggalkan semuanya." (Thabrani).
B. Metode Dakwah
Metode dakwah Rasulullah saw. mengacu pada anjuran Allah yang tercantum dalam Alquran surat An-Nahl ayat 125.
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”
Ayat ini mencakup beberapa metode dakwah sebagai berikut;
1. Disampaikan dengan cara yang hikmah
Kata hikmah berarti yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan maupun perbuatan. Hikmah juga diartikan sebagai sesuatu yang bila digunakan/diperhatikan akan mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang besar atau lebih besar serta menghalangi terjadinya kesulitan yang besar atau lebih besar.
Dakwah harus disampaikan dengan cara hikmah, agar tidak menimbulkan permasalahan umat.
Metoda ini, dapat dilakukan terhadap cendekiawan yang memiliki pengetahuan tinggi diperintahkan menyampaikan dakwah dengan hikmah, yakni berdialog dengan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat kepandaian mereka.
2. Mau’idzah Hasanah,
yakni memberikan nasihat dan perumpamaan yang menyentuh jiwa sesuai dengan pengetahuan para pendengarnya. Banyak ulama yang mengartikan mau’idzah dengan uraian yang menyentuh hati yang mengantar kepada kebaikan. Kata mau’idzah disifati dengan hasanah, karena ia baru dapat mengena hati sasaran bila ucapan yang disampaikan itu disertai dengan pengamalan dan keteladanan dari yang menyampaikannya.
Metode ini terutama dilakukan terhadap kaum awam, yakni memberikan nasihat dan perumpamaan yang menyentuh jiwa sesuai dengan taraf pengetahuan mereka yang sederhana.
3. Mendebat dengan cara yang terbaik
Metode dakwah Rasulullah saw. senantiasa menghindari cara berdebat yang hanya akan melemahkan seorang da’i.
Jika terpaksa harus berdebat, Rasulullah akan mendebat dengan cara yang sangat baik dan bijak.
Dalam kondisi perdebatan yang sudah mencapai klimaks, Rasulullah tetap mengajarkan kepada manusia cara berdebat dan berargumen yang baik dan bijak. Yang baik adalah yang disampaikan dengan sopan serta menggunakan dalil-dalil atau argumen yang benar.
Metode ini terutama dilakukan terhadap ahli al-kitab dan penganut agama-agama lain yang diperintahkan yaitu dengan logika dan retorika yang halus, lepas dari kekerasan, umpatan dan hinaan.
Penutup
Akhirnya, semoga kita bisa menjadi seorang yang beramar ma'ruf nahi munkar yang meneladani Rasulullah, demi kemaslahatan diri kita sendiri, keluarga, dan masyarakat serta dunia.
Sumber:
1. "Nasihat untuk Orang2 Lalai" karya Khalid A. Mu'thi Khalid.
2. Berbagai sumber dari internet
(Gantira, 28 Oktober 2015, Bogor)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment